السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
In syā Allāh pada kesempatan kali ini kita akan bersama-sama berusaha untuk mengambil faedah-faedah dari surat Al Kahfi. 

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta’āla mulai masuk dalam kisah sshābul kahfi, sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang musyrikin terhadap Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang pertanyaan tersebut mereka dapatkan dari orang-orang Yahūdi. 

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla: 

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا

” Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan mempunyai raqīm itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan?” (QS Al Kahfi: 9)

Makna ar raqīm (َالرَّقِيمِ) ada khilāf diantara para ulamā.

Ada yang mengatakan: 

⑴ Anjing ashābul kahfi

⑵ Nama batu yang ada di dalam gua tersebut. 

⑶ Nama lembah yang ada di dalam gua tersebut. 

Namun pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarīr At Thabari dan juga dipilih oleh Ibnu Katsīr dan dipilih oleh Syaikh Muhammad Al Amin Al Shanqiti rahimahullāh:

 Ar raqīm  fa’il bimakna maf’ul, sehingga menjadi “al marqum” yang artinya “yang tertulis”. 

Disebutkan oleh para ahli tafsir bahwasanya tatkala penduduk negeri itu mendapati ashābul kahfi yang akhirnya meninggal di dalam gua tersebut, mereka menuliskan kisah ashābul kahfi dalam sebuah prasasti dari batu dan ada yang mengatakan mereka menulis di atas lembaran/lempengan emas. Itulah yang dinamakan dengan ar raqīm. 
Intinya mereka menulis kisah ashābul kahfi sebagai pelajaran bagi orang-orang sesudahnya. 
Allāh mengatakan maksud ayat ini:

” Wahai Muhammad mereka menanyakan kepada mu tentang kisah ashābul kahfi (dan mereka menganggap tentang kisah ashābul kahfi adalah kisah yang menakjubkan) dan katakanlah bahwa masih ada ayat-ayat Allāh lain yang lebih menakjubkan dari pada shābul kahfi.” 
Maksud ayat ini demikian sebagaimana dijelaskan oleh para ahli tafsir. 

Apakah engkau menyangka bahwa ashābul kahfi menakjubkan? 

Masih ada yang lebih menakjubkan daripada kisah ashābul kahfi. 
Kisah ashābul kahfi hanyalah ada beberapa pemuda yang sudah tertidur 309 tahun kemudian dibangunkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Ini menakjubkan! 
Tetapi yang lebih menakjubkan banyak, seperti penciptaan langit, lebih menakjubkan. Penciptaan manusia dari tidak ada menjadi ada, menakjubkan. Dari air mani kemudian menjadi manusia ini menakjubkan. Langit yang begitu luasnya, menakjubkan. ‘Isrā Mi’raj menakjubkan.
Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta’āla mulai menceritakan tentang kisah ashābul kahfi. 

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla: 

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

_Tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a:_
” Wahai Tuhan kami, berilah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini.” (QS Al Kahfi: 10)
Siapakah para pemuda ini? 

Al Hafizh Ibnu Katsīr rahimahullāh menyebutkan dalam tafsirnya beliau mengatakan: 

” Salaf dan khalaf banyak, di antara mereka menyebutkan kisah ashābul kahfi adalah kisah 7 (tujuh) pemuda yang hidup di suatu zaman.”
Zaman ini diperselisihkan oleh para ulamā, apakah mereka hidup di zaman Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām atau mereka hidup sebelum zaman Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām. 

Al Hafizh Ibnu Katsīr merājihkan bahwasanya mereka ini hidup di zaman sebelum Nabi ‘Īsā ‘alayhissalam.

Jadi mereka bukan orang-orang Nashārā, mereka adalah pengikut nabi Mūsā ‘alayhissalām. 
Kenapa demikian? 

Karena dalīlnya, kata Ibnu Katsīr:

” Orang-orang Yahūdi perhatian terhadap kisah ini, seandainya itu terjadi di zaman setelah Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām maka orang-orang Yahūdi tidak terlalu perhatian dengan kisah ini.”
Wallāhu Ta’āla A’lam, ini pendapat Ibnu Katsīr rahimahullāh. 

Dan kita tidak pernah tahu di zaman kapan mereka pernah hidup. 
Yang jelas disebutkan bahwasanya mereka adalah 7 orang pemuda yang hidup di suatu zaman, di zaman seorang raja yang bernama Dikyanus. Mereka hidup di zaman tersebut. 

Raja ini seorang yang musyrik dan seluruh rakyatnya juga musyrik. Mereka menyembah berhala dan mereka mempunyai acara tahunan. Yaitu mereka pergi ke suatu lapangan terbuka sambil membawa hewan-hewan untuk disembelih dan dikurbankan bagi berhala-berhala mereka. 
Pada suatu hari seluruh penduduk negeri pergi keluar termasuk 7 orang pemuda ini, 7 pemuda ini disebutkan mereka adalah anak-anak orang kaya. 
Tatkala acara kesyirikan dimulai, salah seorang dari pemuda ini keluar dia tidak suka dengan kesyirikan. Kemudian dia menjauh dari perkumpulan orang-orang tersebut dan beristirahat di bawah sebuah pohon. 
Tidak lama datang orang kedua, mereka tidak saling mengenal. Kemudian datang orang ketiga sampai 7 (tujuh) orang. Kemudian mereka istirahat berdiam diri di bawah pohon. Mereka takut ketahuan kalau ternyata mereka pergi keluar dari perkumpulan itu karena ketidaksukaan mereka  terhadap kesyirikan. 
Akhirnya salah satu dari pemuda itu berbicara, bahwa dia keluar dari perkumpulan itu dan beristirahat di bawah pohon tersebut karena dia tidak suka dengan kesyirikan. Kemudian yang lain mengatakan sama, mereka semua tidak suka dengan kesyirikan. 

Ternyata 7 (tujuh) orang pemuda itu memisahkan diri (dari kaumnya) karena tidak suka dengan kesyirikan. 
Ibnu Katsīr menyebutkan hadīts: 

الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ 

” Ruh-ruh itu seperti prajurit yang berkelompok-kelompuk, maka yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling dekat dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih.”

(Hadīts riwayat Muslim nomor 4773, versi Syarh Muslim nomor 2637)
Tatkala orang yang suka dengan tauhīd dia akan berkumpul dengan orang yang bertauhīd. 

Tatkala orang yang suka bermaksiat maka dia akan berkumpul dengan orang yang berbuat maksiat. 

Tatkala orang yang suka dengan kesyirikan maka dia akan berkumpul dengan orang yang berbuat kesyirikan. 

Allāh menjadikan mereka berkumpul tanpa mereka sepakati terlebih dahulu. 
Setelah mereka berkumpul (7 orang pemuda) merekapun berpisah dari masyarakat dan mereka membuat semacam tempat ibadah yang mereka bertauhīd kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla di tempat ibadah tersebut. 
Kemudian seluruh rakyat di negeri tersebut hasad terhadap mereka. 

Mereka (seluruh rakyat) berkata, “Mengapa mereka membuat tempat ibadah sendiri?”
Kemudian mereka melaporkan 7 (tujuh) pemuda ini kepada raja Dakiyanus. Kemudian dipanggillah 7 pemuda ini oleh raja Dakiyanus ternyata mereka adalah anak-anak pejabat dan dikenal oleh raja tersebut. 

Kemudian sang raja mengatakan, “Bukalah pakaian kalian.” 
Kemudian 7 pemuda itu membuka pakaian mereka dan diberi ganti pakaian biasa (pakaian orang miskin) dan mereka diperintahkan untuk kembali kepada agama nenek moyang mereka untuk berbuat kesyirikan. Akan tetapi para pemuda itu tidak mau.

Kemudian sang raja kasihan terhadap mereka dan memberikan waktu untuk berpikir (tidak langsung dihukum oleh sang raja). 

Tatkala mereka diberi waktu untuk berpikir, mereka berpikir untuk melarikan diri, melarikan dirilah mereka meninggalkan negeri tersebut pergi menuju gua. 
Tatkala mereka pergi menuju gua mereka mengatakan: 

 رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

” Wahai Tuhan kami, berilah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini.”
Perhatikan di sini! 

⇒Rahmah adalah isim nakirah, isim nakirah dalam konteks thalab adalah meminta. 

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً

Yā Allāh berikanlah kepada kami rahmat-Mu.
Maksudnya:

” Seluruh rahmat-Mu, mencakup rahmat yang berkaitan dengan kami, jasad kami, agama kami.”
Oleh karenanya para ulamā menyebutkan seperti do’a:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Hasanah di sini adalah nakirah dalam konteks thalab, meminta. Maka memberikan faedah keumuman. 

Oleh karenanya barangsiapa yang ingin meminta dunia apa saja, bila dia membaca do’a ini maka sudah mencukupi. 

Bahkan sebagian salaf ketika ditanya bagaimana do’a agar kita bisa mendapatkan istri yang shālihah maka disuruh membaca do’a ini: 

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Semua kebaikan dengan membaca do’a ini sudah cukup, do’a ini dikenal dengan nama do’a sapu jagat. 
7 orang pemuda itu meminta secara global dengan mengatakan, “Yā Allāh, berikanlah rahmat Mu kepada kami.” 
Mereka tidak meminta rahmat tertentu, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla kabulkan permintaan pemuda tersebut, Allāh mengilhamkan mereka untuk pergi ke gua dan mereka masuk ke dalam gua tersebut dan Allāh tidurkan mereka. 
Demikianlah kajian kita pada kesempatan kali ini. 
وبالله التوفيق و الهداية 

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
Bersambung ke bagian 05, in syā Allāh

~~~~~~~~~~~~~~~

BimbinganIslam.com

Kamis, 25 Dzulqa’dah 1438 H / 17 Agustus 2017 M

Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA

Tafsir | Faedah Surat AlKahfi (Bagian 04 dari 09) 

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada  Nabi kita Muhammad Shallallahu  Álaihi  Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.
MEDIA DAKWAH: Buletin Euromoslim Terbit Setiap Jum’at  

EUROMOSLIM-AMSTERDAM  

Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam

Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam

EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam,  08 september 2017 / 17 dzulhijjah 1438  

Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke: 

E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org