السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-23 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.

Pada halaqah kita sudah sampai hadīts ke-22 yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Saīd Al Khudriy radhiyallāhu ta’āla ‘anhu.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

الْمَاءَ طَهُورٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

“Air itu suci dan mensucikan tidak ternajiskan dengan suatu apapun.”
(Hadīts riwayat Imām Ahmad, At Tirmidzī, Abū Dāwūd dan An Nassā’i)

Hadīts ini berbicara tentang hukum asal air, dimana pada asalnya air itu adalah suci dan mensucikan yaitu bisa digunakan untuk menghilangkan hadats dan juga najis.

Sebagaimana bisa digunakan untuk dikonsumsi selama sebelum berubah dari sifat aslinya baik dari warnanya, aromanya atau rasanya yang disebabkan sesuatu yang najis. Karena jika air tersebut telah tercampur dengan najis dan berubah dari sifat aslinya (warna, bau atau rasanya) maka air tersebut telah dihukumi sebagai air yang najis tidak bisa digunakan lagi untuk bersuci sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh para fuqahā’.

Kemudian Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh menjelaskan bagaimana halnya bila air tersebut berubah dari sifat aslinya dan penyebabnya adalah sesuatu yang suci dikarena tercampur dengan sesuatu yang suci bukan yang najis, contohnya sabun.

Maka beliau mengemukakan air yang seperti ini meskipun telah berubah dari sifat aslinya namun tetap dihukumi sebagaimana hukum asalnya karena keumumam hadīts yang sedang kita bahas pada halaqah kali ini, yaitu air itu suci dan mensucikan selama belum tercampur oleh najis dan berubah dari sifat aslinya.

Kemudian beliau menjelaskan dari hal tersebut bahwa air itu hanya ada dua macam, yaitu:

⑴ Air yang thahur (suci dan mensucikan), yaitu air yang tetap sifat aslinya belum tercampur dengan sesuatu apapun atau air yang dia sudah berubah dari sifat aslinya tapi dikarenakan tercampur dengan sesuatu yang bukan najis, maka hal itu tidak merubah hukum asal air.

⑵ Air yang najis, yaitu air yang telah berubah dari sifat aslinya dikarenakan bercampur sesuatu yang najis, ini jelas tidak bisa digunakan untuk bersuci maupun untuk keperluan yang lain karena sudah menjadi air yang najis.

Kemudian beliau juga menjelaskan hadīts ini memberikan suatu isyarat bahwasanya hukum asal pada air atau sesuatu selain air secara umum asalnya adalah suci dan boleh untuk dimanfaatkan selama belum ada sesuatu dalīl yang menunjukkan perubahan dari hukum asal tersebut.

Ini merupakan satu kaidah yang bisa diterapkan dalam kehidupan.

Bahwasanya hukum asal sesuatu itu suci selama belum ada dalīl yang jelas dan yakin yang menyatakan bahwasanya dia telah berubah dari hukum kesucian tersebut.

Demikian yang bisa kita bahas pada halaqah kita kali ini, in syā Allāh kita lanjutkan hadīts selanjutnya pada halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

BimbinganIslam.com
Selasa, 12 Rabiul Awwal 1440 H / 20 November 2018 M
Oleh: Ustadz Riki Kaptamto Lc
Dari: Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār

Halaqah 023 | Hadits 22

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.

MEDIA DAKWAH EUROMOSLIM: Buletin Terbit Setiap Hari Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP

Amsterdam, 08-februari- 2019 / 03 jumada tsani 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org