السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-37 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada pembahasan hadīts yang ke-34, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta’āla ‘anhu.

Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

 مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

” Tidaklah sedekah itu mengurangi harta dan tidak pula Allāh akan menambahkan kepada seorang hamba dikarenakan sifat memaafkan melainkan sebuah kemuliaan. Dan tidaklah seorang bertawādhu’ karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla, melainkan Allāh akan mengangkat derajatnya.”_ (Hadīts shahīh riwayat Imam Muslim nomor 2588)

Di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan tentang keutamaan tiga hal yaitu:

⑴ Sedekah
⑵ Sifat Afuw (memaafkan)
⑶ Sifat Tawādhu’ (rendah hati)

Dimana kebanyakan orang menganggap bahwasanya sedekah akan mengurangi harta, memaafkan akan menghilangkan kemuliaan, bertawādhu’ justru akan merendahkan martabat.

Semua anggapan ini pada hakikatnya adalah anggapan yang keliru, maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan (menegaskan) tentang hakikat sebenarnya manfaat yang akan didapatkan orang yang memiliki tiga sifat tadi.

⑴ Sedekah
Beliau mengatakan, “Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta.”
Karena sebenarnya jika kita melihat kembali sedekah ini justru akan menambah harta dari sisi yang lain.

Meskipun dari satu sisi kita anggap mengurangi harta yang saat itu ada, akan tetapi dari sisi yang lain pada hakikatnya sedekah akan memberikan keberkahan pada harta yang dimiliki, bahkan sedekah justru akan menjadi sebab terbukanya pintu-pintu rejeki yang lain, bagi orang yang bersedekah tersebut.

Dan ini merupakan keuntungan duniawi yang bisa dia dapatkan, disamping adanya keuntungan ukhrawi yaitu pahala di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Akan tercatat baginya (akan diganjar baginya) dikarenakan sedekah yang dia lakukan, karena sedekah itu merupakan amalan ibadah yang mulia.
Maka pada hakikatnya sedekah itu akan menambah hartanya, bukan mengurangi hartanya.

⑵ Memaafkan orang lain akan memberikan kemuliaan.
Allāh akan memberikan kemuliaan kepada orang yang memiliki sifat memaafkan. Ketika dia sanggup untuk melawan (mengalahkan musuhnya) dia justru memaafkan, maka yang seperti ini akan membuahkan kemuliaan untuk dirinya sendiri.

Maka Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda:

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

“Tidaklah menambah pada seorang hamba sesuatu disebabkan maaf yang dia lakukan melainkan sebuah kemuliaan.”

Karena hakikat kemuliaan itu sebenarnya adalah martabat di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Dia memiliki martabat yang tinggi, ketika dia memaafkan maka Allāh akan memuliakan dia, Allāh akan memaafkan dia.

Maka dia akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allāh dan dia akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Di samping dengan memaafkan dia pun akan mendapatan kemuliaan di hadapan para makhluk. Yang tadinya lawan bisa menjadi kawan, yang tadinya benci bisa menjadi mencintai, yang tadinya mengabaikan (tidak memperdulikan) justru akan membantu ketika dia membutuhkan bantuan. Semua itu disebabkan karena sifat memaafkan yang pernah dia lakukan.

Dikarenakan Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menetapkan bahwasanya:

الجزاء من جنس العمل

” Ganjaran dari suatu perbuatan akan sesuai dengan perbuatan tersebut.”

Maka seorang yang dia memaafkan maka diapun akan mendapatkan pemaafan dari Allāh dan maaf dari makhluk, kemuliaan dari Allāh juga kemuliaan dari makhluk.

⑶ Sifat Tawādhu’
Seorang yang bertawadhu (orang yang merendahkan hati karena Allāh) merendahkan hatinya kepada sesama makhluk maka Allāh akan mengangkat derajatnya.

Seorang yang bertawādhu’ ( merendahkan hati dan menjalankan perintah-perintah Allāh dan menjauhi larangan-larangan Allāh), maka Allāh akan mengangkat derajatnya.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ ۚ

” Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)

Dikarenakan iman yang mereka miliki, ilmu yang mereka miliki akan menjadikan mereka memiliki sifat tawadhu.

Menjadikan mereka memiliki ketawādhu’an terhadap perintah-perintah Allāh, dengan ketundukan kepada perintah-perintah Allāh.

Menjadikan mereka memiliki ketawadhuan kepada sesama makhluk, mereka memperhatikan yang muda dan yang lebih tua dan mereka memperhatikan hak-hak orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dan menperhatikan hak-hak orang yang memiliki kedudukan yang biasa-biasa saja.

Semua itu dikarenakan ketawādhu’an yang merupakan buah dari ilmu dan iman.

Beda halnya dengan orang yang dia memiliki kesombongan, dia akan memandang rendah orang lain dan dia akan menutup diri dari kebenaran, maka dia akan diharamkan dari berbagai macam kebaikan, dan dia akan menjadi rendah dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ketawadhuan adalah suatu sifat yang justru akan memberikan martabat yang tinggi pada orang yang tawadhu tersebut dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan bahwasanya ketawadhuan yang bisa mendatangkan atau bisa mengangkat derajat seseorang di sisi Allāh adalah ketawadhuan yang didasari di atas keikhlāsan.

Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ

” Tidaklah seseorang bertawadhu melainkan karena Allāh.”

Hadīts ini menunjukkan barangsiapa tawadhu bukan karena Allāh, maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan dan derajat tinggi yang dijanjikan. Karena ada kalanya orang bertawadhu, dia merendahkan hati, tapi karena ingin mendapatkan tujuan yang ingin dia capai di hadapan manusia.

Dia mengharapkan apa yang ada dihadapan orang lain, untuk mendapatkannya maka dia berpura-pura tawādhu’, karena kalau dia sombong dia tidak akan bisa mendapatkanya (tidak diberikan).

Atau ada kalanya dia tawādhu’, karena riyā’ karena ingin dipuji, ingin didengar orang bahwasanya dia memiliki ketawādhu’an (kerendahan hati). Maka yang seperti ini bukanlah sifat tawādhu’ yang akan memberikan manfaat bagi dirinya.

Maka tiga sifat ini, merupakan tiga sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki ihsān. Karena seorang yang berbuat ihsān berarti dia berbuat ihsān dengan hartanya dengan cara memberikan sedekah.

Dia berbuat ihsān ketika dia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dengan cara memaafkan.

Dia berbuat ihsān pada orang lain dengan tidak menyombongkan dirinya di hadapan orang lain.

Yang semua itu merupakan akhlaq yang mulia yang diajarkan dan diperintahkan di dalam syar’iat yang mulia ini.

Semogq Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadikan kita termasuk orang-orang yang memiliki tiga hal tersebut, yaitu:

⑴ Orang yang mudah untuk bersedekah.
⑵ Orang yang memiliki sifat memaafkan.
⑶ Orang yang memiliki ketawādhu’an di hadapan Allāh dan di hadapan makhluknya.

Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kita kali ini, in syā Allāh  akan kita lanjutkan lagi hadīts berikutnya di halaqah mendatang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
———————————-

BimbinganIslam.com
Senin, 13 Syawwal 1440 H / 17 Juni 2019 M
Ustadz Riki Kaptamto Lc
Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār
Halaqah 037 | Hadits 34
——————————————-
MEDIA DAKWAH EUROMOSLIM:
Buletin Terbit Setiap Hari Jum’at

Amsterdam, 28-juni-2019 / 24-syawal-1440
———————————
Saran, komentar dan sanggahan atas artikell. diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org