Allah ﷻ berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.” (An-Nahl: 36)

  • Setiap Umat adalah setiap kelompok, kurun atau generasi dari manusia.
  • Rasul adalah orang yang diberi wahyu kepadanya dengan syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannya.
  • Thaghut; pecahan dari kata at-tughyaan, yaitu melampaui batas. Setiap apa saja yang diibadahi selain Allah ﷻ, sementara dia ridha dengan ibadah tersebut, itulah thaghut.

Makna global dari ayat yang mulia ini adalah Allah ﷻ mengkabarkan bahwa Dia telah mengutus kepada setiap kelompok dan generasi dari manusia seorang Rasul, yang mana Rasul ini menyeru untuk beribadah hanya kepada Allah ﷻ semata, dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Allah ﷻ senantiasa mengutus para Rasul dengan misi (tauhid) tersebut kepada manusia sejak terjadinya kesyirikan pada anak Adam, yaitu pada zaman Nabi Nuh sampai kemudian Allah ﷻ menutup para Rasul itu dengan Nabi Muhammad ﷺ.

Pelajaran yang dipetik dari ayat ini:

  1. Bahwasanya hikmah diutusnya para Rasul adalah untuk menyeru kepada tauhid dan melarang dari syirik.
  2. Bahwasanya agama para Nabi itu satu, yaitu mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ﷻ dan meninggalkan kesyirikan, meskipun syari’at mereka berbeda-beda.
  3. Bahwasanya risalah (syari’at) ini umum untuk seluruh umat, dan bahwa hujjah (syari’at tersebut) telah ditegakkan atas seluruh hamba (manusia).
  4. Agungnya perkara tauhid, dan bahwasanya tauhid itu kewajiban atas seluruh umat.
  5. Di dalam ayat ini terdapat kandungan dari kalimat “laa ilaaha illallaah”; yaitu penafian (peniadaan) dan penetapan. Ini menunjukkan bahwa tauhid tidak mungkin lurus kecuali dengan keduanya (peniadaan dan penetapan), dan bahwasanya sekedar menafikan saja tidak bisa dikatakan tauhid, demikian pula sekedar menetapkan juga tidak bisa dikatakan sebagai tauhid. (Ini dua rukun kalimat “laa ilaaha illallaah”: 1) Peniadaan sesembahan, 2) Penetapan bahwa sesembahan yang benar hanyalah Allah ﷻ).

 

Referensi: Kitab al-Mulakhkhos Fii Syarhi Kitaabit Tauhiid, karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan حفظه الله, hal. 11-12.

EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam,  12 April 2018 /  26 Rajab 1439  

Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke: 
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org