Tawassul yang dilarang adalah tawassul yang tidak ada dasarnya di dalam agama Islam.

Di antara tawassul yang dilarang yaitu:

  1. Tawassul dengan orang-orang mati, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada mereka, sebagaimana kita saksikan pada saat ini.

Mereka menamakan perbuatan tersebut sebagai tawassul, padahal sebenarnya tidak demikian. Sebab tawassul adalah memohon kepada Allah ﷻ dengan perantara yang disyari’atkan, seperti dengan perantara iman, amal shalih, Asma’ul Husna dan sebagainya.

Berdoa dan memohon kepada orang-orang mati adalah sikap berpaling dari Allah ﷻ. Ia termasuk syirik besar. Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”.” (Yunus: 106)

Orang-orang dzalim dalam ayat di atas adalah orang-orang musyrik.

 

  1. Tawassul dengan kemuliaan Rasulullah ﷺ. Seperti ucapan mereka: “Wahai Tuhanku, dengan kemuliaan Muhammad, sembuhkanlah aku.” Ini adalah perbuatan bid’ah, sebab para sahabat tidak pernah melakukan hal seperti itu.

Adapun tawassul yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab dengan doa paman Rasulullah ﷺ, al-Abbas adalah semasa ia masih hidup. Dan Umar tidak bertawassul dengan Rasulullah ﷺ setelah beliau wafat, ketika beliau minta diturunkan hujan.

Sedangkan hadits:

تَوَسَّلُوْا بِجَاهِيْ

“Bertawassullah kalian dengan kemuliaanku.”

Hadits ini sama sekali tidak ada sumber aslinya (palsu). Demikian menurut Ibnu Taimiyyah.

Tawassul bid’ah ini bisa menyebabkan pada kemusyrikan. Yaitu jika ia mempercayai bahwa Allah ﷻ membutuhkan perantara, sebagaimana seorang pemimpin atau penguasa. Sebab dengan demikian ia menyamakan Tuhan dengan makhluk-Nya.

 

  1. Meminta agar Rasulullah ﷺ mendoakan dirinya setelah beliau wafat, seperti ucapan mereka: “Ya Rasulullah doakanlah aku”, ini tidak diperbolehkan, sebab para sahabat tidak pernah melakukannya. Juga karena Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya.” (Muslim)

 

Dikutip dari buku: Minhaaj al-Firqah an-Naajiyah wa ath-Thaaifah al-Manshuurah, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu رحمه الله, pada pembahasan at-Tawassulul Mamnuu’.

EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam,  13 April 2018 /  27 Rajab 1439  

Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke: 
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org