Dr. Abdul Adzhim Badawi حفظه الله

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه beliau berkata:  Rasulullah ﷺ bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّي عَلَيْكُمْ الشهرُ فَعُدُّوْا ثَلَاثِينَ

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika (hilal) bulan itu tertutup atas (pandangan) kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari.” (Muttafaqun ‘alaih: Shahih Muslim II/762, no. 1081 -19-, dan ini lafadznya, Shahih al-Bukhari (Fathul Baari) IV/119, no. 1909, Sunan an-Nasa-i IV/133).

Dengan Apa Bulan Ditetapkan?

Bulan Ramadhan ditetapkan dengan dilihatnya hilal meskipun (beritanya) hanya dari satu orang yang adil (satu saksi yang adil), atau dengan menyempurnakan hitungan Sya’ban tiga puluh hari, dari Ibnu Umar رضي الله عنهما beliau berkata:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَنِّى رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.” (Shahih: Irwaa-ul Gahlil, no. 908, Fiqhus Sunnah I/367, dan hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud VI/468, no. 2325).

Apabila hilal tidak terlihat, entah karena mendung atau yang semisalnya, maka disempurnakan hitungan bulan Sya’ban tiga puluh hari; berdasarkan hadits Abu Hurairah رضي الله عنه yang telah disebutkan. Adapun Syawwal tidak bisa ditetapkan masuknya bulan (Syawwal) tersebut kecuali denga dua saksi: Dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khattab رضي الله عنه, bahwasanya beliau berkhutbah pada hari yang diragukan (untuk berpuasa padanya), maka beliau berkata: “Ketahuilah bahwa aku telah bersama sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ dan aku bertanya kepada mereka, sesunguhnya mereka memberitahukan kepadaku  bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ مسلمان فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi muslim, berpuasa dan berbukalah kalian.” (Shahih: Shahih al-Jaami’ ash-Shaghiir, no. 3811, Ahmad (al-Fathur Rabbaani IX/264 dan 265/50), Sunan an-Nasa-i IV/132 dan 133, tanpa kalimat مسلمان).

Dan dari Amir (Gubernur) Makah yaitu Al-Harits bin Hatib beliau berkata: “Rasulullah telah mengamanatkan kepada kami agar kami beribadah berdasarkan melihat bulan. Jika kami tidak bisa melihatnya dan telah bersaksi dua orang yang terpercaya (bahwa mereka telah melihatnya), maka kami beribadah berdasarkan kesaksian mereka berdua.” (Shahih: Shahih Sunan Abi Dawud, no. 205, Sunan Abu Dawud VI/463, no. 2321)

Maka dalam sabda beliau ﷺ yang berbunyi: “jika ada dua orang saksi muslim (melihat hilal), berpuasa dan berbukalah kalian” ada pada haditsnya Abdurrahman bin Zaid. Dan sabda beliau: “Jika kami tidak bisa melihatnya (hilal)  dan telah bersaksi dua orang yang terpercaya (bahwa mereka melihatnya), maka kami beribadah berdasarkan kesaksian mereka tersebut” ada pada haditsnya Al-Harits, yang mana pengertian dari keduanya ini menunjukkan bahwa tidak boleh menetapkan waktu untuk berpuasa dan berbuka (masuknya bulan Syawwal) dengan persaksian satu orang saja, namun penetapan waktu puasa dikecualikan karena telah ada dalil yang membolehkan hal itu (persaksian dari satu orang saja), sedangkan waktu berbuka (masuknya Syawwal) tidak ada dalil yang menunjukkan pada hal tersebut, sehingga dia tetap pada hukum asalnya (yaitu harus denga persaksian dua orang yang terpercaya). (Dinukil dari kitab Tuhfatul Ahwadzi III/373-374, dengan sedikit perubahan)

Peringatan: Barangsiapa yang melihat hilal sendirian maka janganlah dia berpuasa sampai manusia berpuasa, dan janganlah berbuka sampai manusia berbuka, dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian (ditetapkan) tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri (ditetapkan) tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha (ditetapkan) tatkala mayoritas kalian berkurban (beridul adha).” (Shahih: Shahih al-Jaami’ ash-Shaghiir, no.3869, Sunan at-Tirmidzi II/101, no. 693 dan dia berkata, “Menurut sebagian ahli ilmu, maksud hadits ini adalah kita berpuasa dan berbuka bersama-sama jama’ah dan orang banyak.”)

Dan termasuk kesalahan adalah berpuasanya sebagian manusia bersama dengan negeri sebelahnya, dan berbukanya mereka bersama dengan negeri sebelahnya, yang mana dengan itu mereka menyelisihi penduduk negerinya sendiri. (Hal itu adalah hal yang keliru), karena jamaah itu haq dan benar, sedangkan perpecahan itu penyimpangan dan adzab, dan sungguh Allah ﷻ telah berfirman:

واَعْتصِمُواْ بِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَـرَّقوُا

“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah” (Ali ‘Imran: 103)

 

(Diterjemahkan dari Kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz, hal. 232-234)

EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam,  12 Sya’ban 1439  / 28 April 2018 

Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke: 
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org