Menurut Bahasa (etimologi), Salaf (السلف) artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (سلف الرجل) salaf seseorang maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2]

Menurut istilah (terminologi), Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah ﷻ, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).”[3]

Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih” adalah generasi pertama dari umat ini, yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi ﷺ dan menjaga Sunnahnya. Allah ﷻ memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya ﷺ dan menegakkan agama-Nya…”[4]

Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan as-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlak dan suluk). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka dia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya barangsiapa pendapatnya salah menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.”[5]

Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang dipahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber’aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksakan Rasulullah  ﷺdan para Sahabat sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله (wafat th. 728 H)[7] berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu berdasarkan kesepakatan para ulama, karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.”[8]

 

(dikutip dari buku: Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, hal. 33-36, karya Ustadz Yazid Bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله )

EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam,  01 April 2018 /  15 Rajab 1439  

Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke: 
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org

footnote:

[1] Lisaanul ‘Arab (VI/331) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) رحمه الله.

[2] Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11) karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H.

[3] Muttafaqun álaih. HR Bukhari (no. 2652) dan Muslim (no. 2533 (212)), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud  رضي الله عنه.

[4] al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11).

[5] al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/13-14) dan al-Wajiz fii ‘Aqiidah Salafush Shaalih (hal. 34).

[6] Lihat Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa’ wal Bida’ (I/63-64) karya Syaikh Dr.Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf (hal. 21) karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah.

[7] Beliau adalah Ahmad bin ‘Abdul Halim bin ‘Abdussalam bin ‘Abdillah bin Khidhir bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Abdillah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di Harran (daerah dekat Syiria). Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya, luas pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul Islam karena hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk Mujaddid abad ke-7 H dan hafal Al-Qur-an sejak masa kecil. Beliau رحمه الله punya murid-murid yang ‘alim dan masyhur, antara lain: Syamsuddin bin ‘Abdul Hadi (wafat th. 744), Syamsuddin adz-Dzahabi (wafat th. 748 H), Syamsuddin Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah (wafat th. 751 H), Syamsuddin Ibnu Muflih (wafat th. 763 H) serta ‘Imaduddin Ibnu Katsir (wafat th. 774 H), penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir Ibnu Katsiir.

‘Aqidah Syaikhul Islam adalah ‘aqidah Salaf, beliau رحمه الله seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran, berjuang untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat رضي الله عنهم, tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga banyak orang yang menuduh dan memfitnah. Beliau menjelaskan yang haq tetapi ahlul bid’ah tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan kepada penguasa pada waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara sampai wafatpun di penjara (tahun 728). Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang sangat luas dan memasukkan beliau رحمه الله ke dalam Surga-Nya. (Al-Bidayah wan Nihayah XIII/255, XIV/38, 141-145)

[8] Majmu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (IV/149)