Tanya: Orang yang memejamkan matanya tentu saja tidak dapat melihat sesuatu. Apakah diperbolehkan saat shalat?

Jawab: Pendapat yang benar, hukumnya makruh. Karena cara itu menyerupai kebiasaan orang Majusi saat beribadah kepada api. Mereka juga memejamkan mata. Ada juga yang menyatakan bahwa cara itu sama dengan kebiasaan orang Yahudi. Menyerupai kaum non muslim, setidaknya adalah haram, sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.[1] Sehingga memejamkan mata saat shalat hukumnya paling tidak adalah makruh. Terkecuali bila ada sebab, seperti di sekelilingnya terdapat hal-hal yang menyibukkan pikiran bila tetap membuka mata. Maka pada saat itu bisa dipejamkan mata untuk menghindari kerusakan tersebut.

Tanya: Kalau seseorang menututurkan bahwa bila ia memejamkan mata, ia merasa lebih khusyuk daripada tidak memejamkan mata. Apakah lebih baik memejamkan mata? Tolong berikan fatwanya.

Jawab: Tidak. Karena kekhusyukan itu tidak didapatkan dengan melakukan perbuatan makruh yang berasal dari setan. Maka itu tak ubahnya kekhusyukan kalangan Sufi dalam berdzikir yang mereka gunakan sebagai ibadah, dengan cara bid’ah. Bisa saja setan menjauh dari kita dan tidak mau mengganggu kita sehingga kita terlihat khusyuk, agar kita terjerumus kepada perbuatan haram. Maka kami tegaskan, bukalah mata kita, dan usahakan untuk tetap khusyuk dalam shalat.

Adapun memejamkan mata untuk  mencapai kekhusyukan tanpa ada penyebab khusus, itu jelas dari godaan setan.

Referensi: Muhammad bin Shalih bin ‘Utsaimin, Sifat Sholat Nabi, Terj. Abu Umar Basyir, (Solo: Al-Qowam, 2007), hlm 109.

EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam,  14 April 2018 /  28 Rajab 1439  

Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke: 
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org

 

[1] Baca kembali apa yang dibahas oleh Al-‘Allaamah Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’aad (I: 293, 294)