بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ
Para pendengar rahimakumullāh.
Pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-3), kita akan memasuki pembahasan dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā’ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.
Dengan sub judul: وحتى الأنبياء لا يملكون هداية التوفيق لأحد , “Para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq”.
Karena hidayah itu ada dua macam,
⑴ Hidayah petunjuk untuk sekedar menunjukkan dan membimbing.
⇒ Hidayah ini dimiliki oleh para nabi dan rasūl, kita semua dan orang-orang yang ingin menunjukkan kepada orang lain kebenaran (sekedar menunjukkan dan membimbing saja).
Jika kita berilmu dan ingin mengajak orang lain mendapatkan ilmu kita bisa melakukan itu.
⑵ Hidayah taufīq
Hidayah taufīq hanya dimiliki Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Allāh menunjukkan hatinya. Berapa banyak orang yang sudah diberikan ilmu, penjelasan, akan tetapi yang satu beriman yang satunya tidak, yang satu paham yang satunya tidak (berpaling), inilah yang dimaksud bahwa para nabi sekali pun tidak memiliki hidayah taufīq untuk seseorang, karena hidayah taufīq di tangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Dalam hal ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman tentang Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam surat Al Qashash ayat 56:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
” Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
⇒ Maksud ‘orang yang engkau kasihi’ adalah paman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yaitu Abū Thālib.
Dalam hal ini terdapat satu hadīts yang berkaitan dengan ayat di atas yaitu hadīts dari Saīd bin Al Musayib dari ayahnya, beliau mengatakan tatkala Abū Thālib sudah diambang kematian, maka beliau didatangi oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam namun di sana telah ada Abū Jahal dan Abdullāh bin Abī Ubayah bin Mughīrah (tokoh musyrikin Quraisy).
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berbicara kepada pamannya (Abū Thālib), “Wahai pamanku, ucapkanlah ‘Lā ilāha illallāh, satu kalimat yang bisa membela mu disisi Allāh.”
Akan tetapi syaithān tidak berhenti menggoda manusia sampai di akhir hidup pun (menjelang kematian) Abū Jahal dan Abdullāh bin Abī Umayyah tetap menarik agar Abū Thālib tetap pada agama mereka (musyrik).
Mereka mengatakan, “Wahai Abū Thālib, apakah engkau benci, engkau tidak suka terhadap agama Abdul Muthālib?”
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam terus membimbing pamannya untuk mengucapkan “Lā ilāha illallāh” dan mengulang-ulang sampai akhirnya Abū Thālib tidak mau dan dia (Abū Thālib) meninggal dalam kondisi memeluk agama nenek moyangnya (Abdul Muthālib).
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Demi Allāh, saya akan tetap memohonkan ampun untukmu selama aku belum dilarang.”
Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla melarang sebagaimana disebutkan di dalam surat At Tawbah ayat 113.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
” Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allāh) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.”
Dan Allāh turunkan pula ayat yang berhubungan dengan ayat di atas dalam surat Al Qashash ayat 56.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
” Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
Demikian untuk satu kisah Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, bahwa nabi sekalipun tidak memiliki hidayatul taufīq untuk siapapun.
Demikian.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Bersambung
〰〰〰〰〰〰〰
BimbinganIslam.com
Rabu, 06 Rabi’ul Awwal 1440H / 14 November 2018M
Oleh: Ustadz Arief Budiman, Lc
Dari: Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā’ihi Ath-Athibbāi
〰〰〰〰〰〰〰
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.
MEDIA DAKWAH: Buletin Euromoslim Terbit Setiap Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 21 Desember 2018 / 13 Rabi’uts Tsani 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org