بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral musta’mi’in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Kita lanjutkan pembahasan ke-11 dari kitāb: Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā’ihi Al Athibbāi, Fiqih tentang Pendidik Anak-anak dan Penjelasan Sebagian Nasehat dari Para Dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh.
Dan kita masih melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang: Pengaruh kebaikan dan perbuatan baik (keshālihan) kedua orang tua terhadap anak.
Kemudian Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh membawakan satu ayat dalam surat An Nissā ayat 9, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allāh) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allāh, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
(QS An Nissā’: 9)
Ayat ini menjelaskan hubungan antara perkataan yang benar (dalam perkara anak-anak yatim) dengan pengaruh ucapan tersebut terhadap keturunan seseorang.
Oleh karena itu kita selaku orang tua (ayah atau ibu), jika kita meninggal lalu khawatir anak keturunan kita tidak ada yang mengurus maka sejak saat ini kita harus beramal shālih, harus bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, harus berkata jujur.
Kesimpulannya, kita harus beramal shālih, menjadi orang yang takut dan bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, supaya kelak anak keturunan kita ketika kita tinggalkan mereka hidup dalam kondisi baik dan dijaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karena itu, wahai ayah dan ibu.
Perbaikilah makanan, minuman dan pakaian kita, artinya darimana itu semua kita dapatkan?
Perbaiki, cari dengan cara yang halal, dari mata pencaharian yang syari’ (yang halal). Agar ketika kita berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, ketika kita meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita betul-betul mengangkat kedua tangan kita dengan tangan dan jiwa yang bersih lagi suci.
Dan ini akan berdampak positif kepada anak-anak kita kelak, sehingga Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan memperbaiki dan menjaga mereka kelak (jika kita beramal shālih).
Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al Mā’idah ayat 27.
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allāh hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
Abū Hurairah radhiyallāhu ta’āla ‘anhu berkata, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga bersabda:
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ! يَا رَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟
Seseorang melakukan perjalanan, rambutnya acak-acakan, badannya penuh dengan debu, dia mengangkat kedua tangannya kelangit seraya berdo’a, “Yā Rabb! Yā Rabb,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia tumbuh dengan barang yang haram, maka bagaimana mungkin permohonanya dikabulkan ?”
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1015)
Kita perhatikan! Orang tersebut melakukan empat sebab dikabulkannya do’a:
⑴ Orang tersebut melakukan perjalanan panjang (jauh).
Dalam sebuah hadīts, orang yang safar adalah orang yang mengalami kondisi yang sulit sehingga apabila dia berdo’a maka do’anya mustajab (makbul).
⑵ Orang tersebut dalam kondisi lusuh, kondisi kusut.
Ini juga, sebagaimana dalam Shahīh Muslim, merupakan salah satu sebab dikabulkannya do’a.
⑶ Orang ini menengadahkan kedua tangannya ketika berdo’a.
Mengangkat tangan ketika berdo’a merupakan adab yang dengannya bisa diharapkan dikabulkan do’a tersebut.
⑷ Orang ini memanggil Allāh dengan berkata, “Yā Rabb! Yā Rabb!”
Dan Rabb adalah salah satu nama dari nama-nama Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita perhatikan! Empat sebab dikabulkanya do’a yang dilakukan oleh orang tersebut tidak bermanfaat sama sekali, tidak membuat do’anya dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kenapa?
Karena makanan, minuman, pakaian dan orang tersebut tumbuh (berasal) dengan yang haram, maka bagaimana mungkin do’a tersebut dikabulkan?
Oleh karena itu, wahai ayah dan ibu.
Perhatikan darimana makan, minum, pakaian anda ?
Keseharian anda dipenuhi dari mana ?
Jika perbuatan kita, na’ūdzubillāhi min dzālik, dari yang haram, hasil dari menzhālimi (kita sering menghibahi orang, mencaci maki orang), lalu kita berdo’a, apakah mungkin bisa dikabulkan do’a kita sebagaimana Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah jelaskan?
Bagaimana mungkin do’a kita dikabulkan oleh Allāh jika kita mendapatkan semuanya dari yang haram?
Ingat, semua itu berdampak kepada anak-anak kita. Jika amalan kita baik, amalan kita shālih maka semua itu akan berdampak positif bagi anak keturunan kita.
Sebaliknya jika kita menjadi orang yang bermaksiat ini pun akan berdampak negatif terhadap anak-anak kita.
Diriwayatkan dari sebagian salaf bahwasanya mereka berkata kepada anak-anak mereka, “Wahai anakku, sungguh aku akan menambahkan shalāt (sunnah) yang aku lakukan untuk kebaikanmu.”
Sebagian ulamā menjelaskan, “Maknanya adalah aku akan memperbanyak melakukan shalāt dan memperbanyak berdo’a untukmu di dalam shalāt tersebut.”
Demikian pula berbuatan shālih lainnya, misalnya orang tua yang senantiasa membaca Al Qurān atau membaca surat-surat yang khusus seperti surat Al Baqarah, surat Al Mu’awidzatain (An Nās dan Al Falaq) dan yang semisal, maka in syā Allāh para malāikat akan turun kepadanya untuk mendengarkan Al Qurān.
Sebagaimana disebutkan dalam shahīh Muslim:
” Apabila suatu kaum berkumpul di satu rumah dari rumah-rumah Allāh (masjid) lalu mereka membaca Al Qurān dan saling mempelajarinya di antara mereka kecuali akan turun kepada mereka ketenangan. Dan kasih sayang Allāh akan menyelimuti mereka, para malāikat akan menaungi mereka dan Allāhpun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di dekat-Nya.” (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2699)
Turun malāikat berarti turun rahmat, turun sakinah. Dan ini sangat berdampak positif bagi anak-anak kita.
Berbeda dengan rumah yang tidak pernah dibacakan Al Qurān di dalamnya, tidak pernah berdzikir kepada Allāh. Maka yang turun adalah syaithān, yang turun adalah keburukan-keburukan.
Sebagian bahkan ada orang tua yang memutar musik, memajang gambar-gambar makhluk bernyawa yang diharamkan, maka ini akan memberikan dampak yang buruk kepada anak-anak mereka.
Itulah lanjutan dari halaqah yang ke-10, in syā Allāh nanti kita lanjutkan lagi pada halaqah berikutnya.
Demikian atas kekurangannya mohon maaf.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
BimbinganIslam.com
Selasa, 30 Jumādâ Al-Ūlā 1440 H / 05 Februari 2019 M
Oleh: Ustadz Arief Budiman, Lc
Dari: Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā’ihi Ath-Athibbāi
Halaqah 11 | Pengaruh Keshalehan dan Perbuatan Baik Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak (Bagian 02)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.
MEDIA DAKWAH EUROMOSLIM: Buletin Terbit Setiap Hari Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 08 maret 2019 / 01 rajab 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org