السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimāt rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-38 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada pembahasan hadīts yang ke-35, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta’āla ‘anhu, beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
كل عمل ابن آدم يضاعف: الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف. قال الله تعالى: (إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به: يدع شهوته وطعامه من أجلي. للصائم فرحتان: فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه. ولخلوف فيه أطيب عند الله من ريح المسك)
_”Setiap amalan banī Ādam akan dilipatgandakan, sebuah kebaikan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali yang semisalnya hingga tujuh ratus kali lipatnya.”_
_Allāh Ta’āla berfirman:_
_”Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa tersebut adalah milik-Ku dan Akulah yang akan mengganjarnya.”_
_Dimana orang yang berpuasa meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka puasa dan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya._
_Dan sungguh bau mulut orang yang sedang berpuasa itu lebih harus daripada bau misk._
_Dan hakikat puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah dia mengucapkan ucapan yang keji dan ucapan-ucapan yang akan kenimbulkan keributan dan jika ada seorang yang mencelanya atau mengajak dia bertengkar maka hendaknya dia mengatakan, “Aku sedang berpuasa.”_ (Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini merupakan hadīts yang agung, dimana di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan tentang pelipat gandaan amalan secara umum dan menjelaskan tentang keutamaan ibadah puasa secara khusus dan pahala yang didapatkan dari orang yang berpuasa.
Jikalau kita perhatikan dalam hadīts ini, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengabarkan semua amalan manusia baik yang sifatnya ucapan ataupun perbuatan. Baik amalan ibadah (ibadah yang zhahir maupun yang bathin). Baik amalan ibadah tersebut berkenaan dengan hak Allāh ataupun hak-hak para hamba-Nya.
Semua itu akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, ini menunjukkan besarnya karunia Allāh Subhānahu wa Ta’āla kepada hamba-Nya.
Dimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla melipat gandakan pahala kebaikan yang mereka lakukan. Sedangkan perbuatan keburukan, dosa yang mereka lakukan maka tidak Allāh ganjar kecuali dengan yang semisalnya. Dengan satu kali yang semisal dengan keburukan tersebut.
Adapun kebaikan maka Allāh lipat gandakan, minimal sepuluh kali lipat dan bisa terus meningkat menjadi tujuh ratus kali lipat tergantung dari sebab-sebab yang menjadikan pahala tersebut berlipat ganda.
Disebutkan di antara sebab-sebab yang bisa melipat gandakan pahala tersebut, adalah:
⑴ Dengan kuatnya iman dan kesempurnaan keikhlāsan.
Apabila imannya kuat disertai dengan keikhlāsan yang sempurna ketika mengamalkan sesuatu amalan, maka amalan atau pahala amalan tersebut akan dilipatgandakan seiring dengan besarnya kekuatan iman dan kesempurnaan keikhlāsan yang dilakukan oleh orang yang mengamalkannya.
⑵ Jikalau amal tersebut memiliki peran yang sangat besar atau di situasi yang sangat penting (contohnya) berinfāq ketika sedang jihād atau dalam rangka thālibul ‘ilmi.
Maka itu menjadi sebab akan dilipatgandakan dengan pelipatgandaan yang lebih dari sepuluh kali lipat.
Atau ketika dengan amalan tersebut bisa membuahkan amalan yang lain atau bisa diikuti oleh orang lain atau bisa untuk menutupi atau membantu kesusahan-kesusahan yang ada pada orang lain maka semua amalan-amalan tersebut akan dilipatgandakan seiring besarnya peran amalan itu.
Juga bergantung dari keutamaan waktu dan tempat dimana amalan tersebut dilakukan.
Ini di antara sebab-sebab yang menjadikan sebuah amalan dilipatgandakan dengan lebih hingga menjadi tujuh ratus kali lipat.
Kemudian di dalam hadīts yang mulia ini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengabarkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengecualikan sebuah amalan dari pelipat gandaan yang Beliau sebutkan tadi yaitu ibadah puasa.
Dimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla menisbatkan puasa tersebut kepada diri-Nya. “Karena puasa itu adalah milik-Ku, dan Aku yang akan membalasnya.”
Di sini menunjukkan bahwa pahala puasa begitu besar, pelipat gandaannya begitu besar, sehingga Allāh tidak menyebutkan pelipat gandaan ini dengan angka.
Pahalanya tidak disebutkan dengan dilipatgandakan sepuluh atau tujuh ratus kali lipat, tetapi Allāh menyebutkan, “Akulah yang akan membalasnya.”
Ini menunjukkan sangat besarnya pahala yang didapatkan orang yang berpuasa, hal itu karena orang yang sedang berpuasa, dia meninggalkan syahwatnya, dia meninggalkan hal-hal yang dicintai oleh jiwanya dan dicintai oleh nalurinya. Dan meninggalkan kebutuhan-kebutuhan yang penting bagi dirinya dalam sehari-hari berupa makanan dan minuman karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Maka Allāh sebutkan sebab kenapa dia mendapatkan pahala yang begitu besar yaitu karena orang yang berpuasa, dia meninggalkan syahwatnya, meninggalkan makananannya, karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Maka dari sini kita mengetahui bahwasanya hakikat orang yang berpuasa adalah orang yang meninggalkan dua hal, yaitu:
⑴ Dia meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasanya (yang kita kenal dengan pembatal-pembatal puasa)
⑵ Dia meninggalkan perkara-perkara amalan, baik ucapan maupun perbuatan yang merusak pahala puasanya.
Dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang haram, yang merupakan bentuk kemaksiatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Semua itu dia tinggalkan maka itulah hakikat orang yang berpuasa.
Jikalau dia benar-benar merealisasikan puasa tersebut maka di sini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengabarkan tentang beberapa manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan bagi orang yang berpuasa.
Maka Beliau mengatakan: ”Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yang pertama adalah kegembiraan yang akan segera dia dapatkan yaitu kegembiraan ketika dia akan berbuka dan kegembiraan kedua adalah kegembiraan yang nanti akan dia dapatkan di ākhirat yaitu kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya, dengan keridhāan Allāh kepada dirinya dan dengan pahala yang besar yang Allāh janjikan kepada dirinya.”
Ini keuntungan pertama yang didapatkan orang yang berpuasa.
Kemudian keuntungan kedua yang beliau sebutkan dalam hadīts ini,
“Bau mulut orang yang berpuasa (timbul karena dia mengosongkan perutnya dari makanan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap) yang dirasakan oleh orang lain, ini justru lebih harum di sisi Allāh daripada bau minyak misk karena hal ini merupakan hal yang timbul dan terjadi karena dia melakukan ketaatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
Sesuatu yang timbul atau sesuatu hal yang tidak menyenangkan (tidak disenangi orang) tapi harus terjadi karena orangnya melakukan ketaatan, maka itu lebih dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan lebih mulia di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kemudian di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengabarkan bahwasanya puasa adalah perisai, (maksudnya) puasa adalah ibarat perisai yang akan menjaga dirinya dari perbuatan dosa dan menjaga dirinya dari adzab Allāh, kelak di ākhirat kalau dia benar-benar merealisasikan puasa dengan seharusnya.
Ibarat perisai akan menjaga orang yang memakainya dari hal-hal yang akan melukainya, begitu pula puasa. Puasa adalah perisai yang akan menjadikan orang yang berpuasa selamat dari perbuatan dosa.
Dia meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa ketika dia berpuasa dan dia selamat dari adzab Allāh karena dia meninggalkan perbuatan-perbuatan tersebut karena dia berpuasa.
Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan bahwasanya hikmah atau tujuan diwajibkannya berpuasa adalah agar kalian bertaqwa yaitu hakikat puasa yang diwajibkan agar kita menjadikan diri kita orang yang bertaqwa dengan puasa tersebut, sehingga kita selamat dari adzab Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan, “Dan apabila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan ucapan yang keji dan ucapan-ucapan yang akan menimbulkan keributan”
Ini menunjukkan bahwasanya hakikat puasa itu dilakukan dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dan jika ada orang yang mengajak dia untuk bertengkar atau mencela dia, maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan orang yang berpuasa untuk mengucapkan, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
Maka, dari hadīts mulia ini kita mengetahui betapa besar pahala yang didapatkan oleh orang yang berpuasa dan bagaimana hakikat orang yang berpuasa dan apa yang dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa jika dia dihadapkan pada orang yang mencela dia atau mengajak dia bertengkar.
Demikian beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadīts yang mulia ini, in syā Allāh akan dilanjutkan hadīts berikutnya pada halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
———————————
BimbinganIslam.com
Selasa, 14 Syawwal 1440 H / 18 Juni 2019 M
Ustadz Riki Kaptamto Lc
Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār
Halaqah 038 | Hadits 35
———————————-
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.
MEDIA DAKWAH EUROMOSLIM: Buletin Terbit Setiap Hari Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 05 juli 2019 / 02 dzul qi’dah 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail Euromoslim Amsterdam: media@euromoslim.org