Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله

COBAAN DAN UJIAN YANG MENIMPA AKAN MENGHAPUS DOSA DAN KESALAHAN

Musibah dan penyakit yang menimpa seorang hamba itu bisa menjadi sebab diampuninya kesalahan-kesalahan yang pernah ia lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan (mulut), dan dengan seluruh anggota tubuhnya. Dan terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari suatu dosa yang pernah dilakukan seseorang, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allâh memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu). [Asy-Syûra/42:30]

Disegerakannya hukuman bagi seorang Mukmin di dunia justru itu baik baginya sehingga dengan itu Allâh akan menghapuskan dosa-dosanya dan ia akan berjumpa dengan Allâh Azza wa Jalla dalam keadaan bersih dan selamat.

Hadits-hadits yang menjelaskan pengampunan dosa karena adanya musibah dan penyakit sangat banyak, di antaranya:
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ، إِلَّا حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit atau sejenisnya, melainkan Allâh akan menggugurkan dosa-dosanya bersamanya, seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.[10]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ، وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ، وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا،
إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanaan, termasuk duri yang menusuknya, melainkan Allâh akan menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahannya.[11]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ، وَلَا نَصَبٍ، وَلَا سَقَمٍ، وَلَا حَزَنٍ، حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ، إِلَّا كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ

Tidaklah seorang Mukmin ditimpa rasa sakit yang terus menerus,[12] kepayahan, penyakit, dan kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya,[13] melainkan akan dihapus dosa-dosanya dengan sebab itu.[14]

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa apa saja yang menimpa seorang Mukmin berupa kesedihan, kesusahan, penyakit atau kematian, semuanya akan menghapuskan dosa-dosa seorang hamba.

Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Beritahukan kepadaku tentang penyakit-penyakit yang menimpa kami ini, apa yang akan kami peroleh karenanya?’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Pengampunan dosa-dosa.’ Ubay bin Ka’ab berkata, ‘Sekalipun penyakit itu sedikit?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Sekalipun sebuah duri dan yang lebih kecil lagi …’”[15]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِيْ نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

Bencana akan senantiasa menimpa orang Mukmin dan Mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sehingga ia berjumpa dengan Allâh dalam keadaan tidak ada kesalahan pun pada dirinya.[16]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَيَبْتَلِيْ عَبْدَهُ بِالسَّقَمِ حَتَّى يُكَفِّرَ ذٰلِكَ عَنْهُ كُلَّ ذَنْبٍ

Sesungguhnya Allâh benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya.[17]

DICATAT SEBAGAI KEBAIKAN DAN DERAJAT DITINGGIKAN DENGAN SEBAB MUSIBAH YANG MENIMPA SEORANG HAMBA

Di antara faedah cobaan, jika seseorang bersabar, ia akan diberi pahala dengan dituliskan kebaikan dan diangkatnya derajat.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيْبُهُ مُصِيْبَةٌ فَيَقُوْلُ: (إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اللّٰهُمَّ أْجُرْ نِيْ فِي مُصِيْبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا) إِلَّا أَجَرَهُ اللهُ فِي مُصِيْبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan: ‘Sesungguhnya kami milik Allâh dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allâh, berilah aku ganjaran dalam musibahku ini, dan berikanlah ganti kepadaku dengan yang lebih baik daripadanya.’ Melainkan Allâh memberikan pahala dalam musibahnya itu dan menggantikan untuknya dengan yang lebih baik daripadanya.[18]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةً فَمَا فَوْقَهَا، إِلَّا كُتِبَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ

Tidaklah seorang Muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya.[19]

Bisa jadi seseorang mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak mempunyai amal yang bisa mengantarkannya kepada kedudukan tersebut. Lalu Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya sehingga dia pun layak mendapatkan kedudukan itu dan sampai kepadanya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكُوْنُ لَهُ عِنْدَ اللهِ الْمَنْزِلَةُ، فَمَا يَبْلُغُهَا بِعَمَلٍ، فَمَا يَزَالُ اللهُ يَبْتَلِيْهِ بِمَا يَكْرَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ إِيَّاهَا

Sesungguhnya seseorang benar-benar memiliki kedudukan di sisi Allâh, namun tidak ada satu amal yang bisa mengantarkannya ke sana. Maka Allâh senantiasa mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, sehingga dia bisa sampai pada kedudukannya itu.[20]

DI ANTARA HIKMAH MUSIBAH YAITU MERUPAKAN JALAN MENUJU SURGA

Surga tidak bisa diperoleh melainkan dengan sesuatu yang tidak disukai jiwa manusia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu dikelilingi dengan berbagai macam syahwat.[21]

Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam hadits qudsi:

اِبْنَ آدَمَ ، إِنْ صَبَرْتَ وَاحْتَسَبْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُوْلَى ، لَمْ أَرْضَ ثَوَابًا دُوْنَ الْجَنَّةِ

Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari ganjaran pada saat awal musibah (yang menimpa), maka Aku tidak meridhai pahala bagimu selain surga.[22]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللهُ تَعَالَى لِمَلَائِكَتِهِ: قَبَضْتُم وَلَدَ عَبْدِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ، فَيَقُوْلُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ، فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ، فَيَقُوْلُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ، فَيَقُوْلُ اللهُ: اُبْنُوْا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوْهُ بَيْتَ الْحَمْدِ.

Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan berkata kepada para Malaikat-Nya: ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?’ Para Malaikat menjawab: ‘Ya, benar.’ Setelah itu, Dia bertanya lagi: ‘Apakah kalian telah mengambil buah hatinya?’ Mereka pun menjawab: ‘Ya.’ Kemudian, Dia berkata: ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’ Mereka menjawab: ‘Dia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râ¬ji’ûn).’ Allâh Azza wa Jalla berfirman: ‘Bangunkanlah untuk hamba-Ku sebuah rumah di dalam Surga dan namailah dengan Baitul Hamd (rumah pujian).’”[23]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِيْ جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةَ

Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Tidak ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, jika Aku telah mencabut nyawa orang kesayangannya dari penduduk dunia kemudian dia mengharapkan pahala (dengan musibah itu), kecuali surga.’[24]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ قَالَ: إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِيْ بِحَبِيْبَتَيْهِ، فَصَبَرَ {وَاحْتَسَبَ} عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ l

Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya, lalu dia bersabar {dan mengharapkan pahala}, maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga.’[25]
Yang dimaksud dengan (dua hal yang dicintainya) adalah kedua matanya.
Atha’ bin Abi Rabah Radhiyallahu anhu berkata, “Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu pernah berkata kepadaku, ‘Maukah kutunjukkan kepadamu salah seorang wanita penghuni surga?’ Saya jawab, ‘Ya.’

Beliau Radhiyallahu anhu berkata, ‘(Yaitu) wanita yang hitam ini. Ia pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Aku terkena penyakit ayan, dan auratku selalu terbuka (jika penyakit itu kambuh), maka berdoalah kepada Allâh untukku.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Jika engkau mau, engkau harus bersabar dan bagimu adalah surga. Dan jika engkau mau, aku akan berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla agar memberikan kesembuhan kepadamu.’ ‘Aku bersabar,’ jawab wanita tersebut. Lalu, ia berkata lagi: ‘Sesungguhnya aku takut auratku akan terbuka, maka berdoalah kepada Allâh Azza wa Jalla bagiku agar auratku tidak terbuka.’ Maka, Beliau berdoa bagi wanita itu.”[26]

Wahai saudaraku yang sedang tertimpa musibah, nash-nash ini menunjukkan secara gamblang bahwa musibah, penyakit, kematian dan kesedihan merupakan sebab yang bisa mengantarkan kita ke surga. Karena itu kita wajib bersabar dan ridha atas semua musibah serta wajib bersyukur atas semua nikmat. Mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla memasukkan kita semua kedalam surga dengan rahmat-Nya, amin.

FAWA’ID HADITS
1.Kebaikan dan keburukan sudah ditakdirkan oleh Allâh Azza wa Jalla .
2.Wajib beriman kepada takdir baik dan buruk.
3.Seorang Muslim wajib mensyukuri semua nikmat yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan kepadanya. Nikmat-nikmat Allâh Azza wa Jalla kepada kita tidak akan dapat kita hitung.
4.Syukur kepada Allâh Azza wa Jalla dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
5.Kalau kita berpikir dengan akal yang waras dan hati yang sadar, maka kita mendapati bahwa diri kita pada hakikatnya belum bersyukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenarnya.
6.Orang Mukmin yang sempurna keimanannya dan tulus keyakinannya akan senantiasa bersyukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ketika merasakan kegembiraan.
7.Seorang Mukmin harus senantiasa memohon kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala agar menjadi hamba yang selalu bersyukur kepada-Nya.
8.Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada Mu’âdz bin Jabal Radhiyallahu anhu sebuah do’a yang selalu dibaca di akhir shalat yang wajib:
اَللهم أَعِنِّيْ عَلَىٰ ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.
Ya Allâh, tolonglah aku untuk dapat berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.[27]
9.Seorang Mukmin wajib bersabar dalam melaksanakan ibadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
10.Hidup ini merupakan cobaan dan ujian. Maka konsekuensi dari segala macam cobaan dan ujian adalah sabar.
11.Orang Mukmin yang sempurna keimanannya akan senantiasa bersabar atas kesulitan, kesedihan ,musibah, penyakit dan lainnya yang menimpanya.
12.Sabar adalah ibadah yang sangat mulia. Seseorang meraih pahala dan surga dengan sabar.
13.Sabar bukan berarti pasrah, tapi sabar adalah berjuang melawan hawa nafsu untuk melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .
14.Tingkatan ujian dan musibah yang menimpa manusia berbeda-beda tergantung kepada kehendak Allâh Yang Maha Mengetahui, Maha Penyayang dan Maha Bijaksana.
15.Peringatan untuk selalu husnuz zhann (berprasangka baik) kepada Allâh dalam takdir (ketentuan)-Nya yang pahit bagi kita.
16.Terkadang seseorang tidak menyukai sesuatu padahal itu baik baginya, sebaliknya terkadang seseorang itu menyukai sesuatu padahal itu buruk baginya.
17.Tanda yang menunjukkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala mencintai hamba-Nya adalah Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ujian dan cobaan (seperti musibah dan yang lainnya) kepadanya.
18.Penetapan adanya hikmah bagi Allâh Azza wa Jalla dalam perbuatan-perbuatan-Nya.
19.Balasan (baik dan buruk) disesuaikan dengan amalan seseorang.
20.Dorongan untuk bersabar atas musibah yang menimpa, karena bisa jadi musibah itu merupakan tanda kecintaan Allâh dan semakin besar musibah yang menimpa, maka semakin besar pula ganjarannya.
21.Seluruh perkara kehidupan seorang mukmin adalah baik. Pahala untuknya di sisi Allâh sama, baik yang tampak olehnya buruk maupun baik.
———————————————————–
Maraji’ dan Footnote, sengaja kami tidak tampilkan karena terlalu panjang
——————————————-
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.

MEDIA DAKWAH EUROMOSLIM: Buletin Terbit Setiap Hari Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP

Amsterdam, 26 juli 2019 / 23 Dzulqa’dah 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org