Kitab: Āfātul Lisān Fī Dhau’il Kitābi was Sunnah, seputar Bahaya Lisan.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله و صلاة وسلم على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، و لَاحول ولاقوة الا بالله

Sahabat BiAS kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

In syā Allāh, kita akan mengambil faedah dari sebuah risalah karya Syaikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthāni rahimahullāhu ta’āla yang membahas seputar Bahaya Lisan.

Risalah tersebut berjudul Āfātul Lisān Fī Dhau’il Kitābi was Sunnah ( آفات اللسان في ضوء الكتاب والسُّـنَّة).

Syaikh Sa’id bin Ali Al-Qahthāni rahimahullāh merupakan seorang ulama kenamaan dengan segudang karya ilmiah, jika Anda tidak mengenal beliau, saya yakin Anda mengenal salah satu karya terbaik beliau yang bernama Hisnul Muslim.

Adapun kitāb yang akan kita pelajari kali ini membahas seputar berbagai bahaya yang dapat ditimbulkan oleh lisan, mulai dari ghibah, namimah, dusta dan sebagainya. Namun tidak cukup sampai di situ, beliau juga memaparkan bagaimana cara mengobati berbagai penyakit tersebut jika sudah terlanjur menjangkit.

Kita akan mengawali dari muqaddimah yang beliau bawakan, sebelum kita mempelajari berbagai pembahasan yang beliau bawakan dalam kitāb ini.

Pertama sebagaimana para ulama mengawali tulisannya, beliau memulai dengan muqaddimah dalam bentuk pujian kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kemudian penegasan tentang dua kalimat syahadah, kemudian beliau mengutip firman Allāh Ta’āla yang berkaitan dengan ketakwaan.

Allāh Ta’āla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allāh dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Āli-Imrān: 102)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allāh) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allāh memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allāh yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allāh selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nissā: 1)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ۞ يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allāh dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allāh memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allāh dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzāb: 70-71)

Beliau juga menegaskan tentang bahaya membuat suatu amalan baru yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Kemudian beliau menegaskan bahwa lidah merupakan sebuah nikmat yang agung yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla karuniakan kepada manusia. Bahkan ia merupakan nikmat terbesar setelah hidayah Islām.

Namun lidah ini bagaikan pedang bermata dua, jika seorang memanfaatkan dalam ketaatan kepada Allāh, seperti membaca Al-Qur’an, beramar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang yang terzhalimi, maka sejatinya itulah yang diperintahkan kepada seorang muslim.

Dan hal ini merupakan sebuah bentuk bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla atas nikmat tersebut. Akan tetapi jika ia menggunakan lidahnya untuk mentaati syaithan memecah belah kaum muslimin berdusta, berkata-kata kotor, ghibah, namimah (mengadu domba) hingga menodai kehormatan kaum muslimin, maka sesungguhnya perbuatan tersebut adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan Rasul-Nya shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Serta merupakan bentuk kufur terhadap nikmat yang telah Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan.

Kemudian sang pengarang juga menegaskan bahwa terdapat dua bahaya lisan yang terbesar, yaitu:

⑴ Bahaya berkata-kata yang bathil.
⑵ Bahaya diam dari mengatakan kebenaran yang seharusnya disampaikan.

Orang yang diam dari mengungkapkan kebenaran yang seharusnya diungkapkan, tak ubahnya seperti الشَّيْطَان أخْرَصَ (syaithan yang bisu). Dia telah bermaksiat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, seorang penipu, seorang penjilat, jika memang ia melakukan hal tersebut secara sukarela bukan karena jiwanya terancam atau semisalnya.

Adapun orang yang gemar berkata-kata bathil sejatinya merupakan الشَّيْطَان نَاطِق (syaithan yang dapat berbicara) dan seorang yang telah bermaksiat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan nyatanya kebanyakan manusia terjerumus dalam dua hal ini.

Baik saat dia berucap ataupun saat dia diam, saat berucap dia berucap dengan hal-hal yang bathil dan saat dia diam ternyata dia diam dari mengungkapkan kebenaran. Sedangkan ahlul wasath (orang yang tengah-tengah) atau sikap yang tepat adalah menjaga lisan dari mengucapkan kebathilan serta berusaha mengucapkan hal-hal yang akan bermanfaat bagi kita.

Dan bahaya lidah merupakan bahaya yang paling fatal sebab seseorang (mungkin) cukup mudah untuk tidak memakan makanan yang haram, dia bisa menjaga dirinya untuk tidak memakan makanan yang haram, tidak menzhalimi orang lain, tidak berzina, tidak mencuri, tidak meminum khamr dan melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, akan tetapi dia sangat sulit untuk menjaga lidahnya.

Maka jangan heran saat kita mendapati ada orang yang terkenal rajin ibadah, orang yang zuhud, akan tetapi ucapannya sering kali mengundang kemurkaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dan ia menganggapnya sebagai hal yang biasa padahal ucapannya tersebut bisa jadi menjerumuskannya ke dalam api neraka.

Dan betapa banyak kita dapati seseorang yang sanggup menahan hawa nafsunya dari melakukan hal-hal yang keji, menzhalimi orang lain, tetapi ucapannya sungguh amat menusuk dan menodai kehormatan kaum muslimin, baik yang masih hidup atau bahkan mereka yang sudah mati. Dan iapun tidak pernah peduli terhadap ucapannya tersebut ولاحول ولاقوة الا بالله.

Sahabat kaum muslimin sahabat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Cukup banyak akibat yang bisa ditimbulkan oleh lidah, baik terhadap pribadi seseorang ataupun kepada masyarakat secara umum, dan in syā Allāh akan kita pelajari dalam kitāb ini. Serta bagaimana cara menanggulangi dan bagaimana cara mengobati penyakit-penyakit tersebut jika ternyata penyakit tersebut sudah terlanjur menjangkit dalam diri kita. Na’ūdzubillāhi min dzālik.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga kita darinya, menjaga kita dari penyakit-penyakit lidah memudahkan kita untuk bisa menjaga lidah tersebut.

وصلى الله على نبينا محمّد و على آله وصحبه و سلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________
BimbinganIslam.Com
Rabu, 05 Rabi’ul Akhir1443 H/10 November 2021 M
Ustadz Afit Iqwanudin, Amd, Lc.
Kitāb Āfātul Lisān Fī Dhau’il Kitābi was Sunnah
( آفات اللسان في ضوء الكتاب والسُّـنَّة)
Syaikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthāni rahimahullāh
Halaqah 01: Muqaddimah Kitāb
———————————————————-​
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.

MEDIA DAKWAH EUROMOSLIM: Buletin Terbit Setiap Hari Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP

Amsterdam, 25 maret 2022 / 22 sya’ban1443
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org