السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوان
Tafsir Surat Quraisy bagian 02
Kita lanjutkan dari tafsir Juz’amma, melanjutkan membahas surat Quraisy.
Kemudian, Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan kenikmatan yang lain setelah itu.
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
” Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”
Ini merupakan nikmat yang luar biasa yang Allāh berikan kepada orang-orang Quraisy.
Mereka tidak pernah kelaparan di kota Mekkah. Padahal kota Mekkah tidak ada apa-apa, lembah kering tanpa ada tumbuhan, sungai dan lautan. Namun mereka tidak pernah kelaparan.
Kemudian mereka tidak takut, tidak ada ketakutan. Barang siapa yang memasuki kota Mekkah akan merasa aman, Orang-orang menghormati kota Mekkah, orang-orang menghormati Ka’bah.
Ini adalah nikmat. Dan kita tahu bahwasanya kalau seseorang hanya memiliki harta yang banyak namun tidak ada keamanan maka dia tidak akan tentram.
Kapan seorang dikatakan tentram?
Kalau kebutuhan duniawinya terpenuhi dan dia merasa aman.
Oleh karenanya, benar sabda Nabi Shallallāhu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa dipagi hari dia merasa aman dirumahnya, kemudian tubuhnya sehat tidak ada gangguan pada tubuhnya, kemudian ada makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia sesungguhnya telah diberikan kepada dia.” (Hadīts riwayat Tirmidzi nomor 2346)
Ini adalah hakikat ketentraman. Karenanya ketentraman, ketenangan, keamanan, mahal harganya.
Kita bisa melihat bagaimana suatu negara kalau sudah tidak ada ketentraman, ketenangan, pasti terjadi kekacauan. Semua orang berani bertindak, pemerintah sudah tidak di hargai, semua orang main hakim sendiri.
Tatkala sudah tidak ada kestabilitas keamanan maka suatu negara akan merasa tidak tentram, meskipun dia punya penghasilan tinggi. Tapi bila keamanan tidak ada maka dia tidak akan merasakan ketentraman dan kebahagiaan.
Oleh karenanya, diantara nikmat Allāh kepada negara Arab Saudi adalah Allāh kumpulkan antara kemudahan dunia dan keamanan. Dan kita berharap agar Allāh Subhānahu wa Ta’āla senantiasa menjaga ketentraman di Al Harāmain, di tanah suci Mekkah dan kota Madīnah. Dan juga kepada negeri-negeri kaum Muslimin yang lainnya.
Jangan terperdaya dengan sebagian orang yang maunya ribut saja. Dia menyangka bahwa itu adalah kebaikan akan tetapi itu bukan kebaikan.
Alhamdulillāh dengan ketenangan, ketentraman, kita bisa berdakwah, kita bisa menyebarkan Islām dalam ketenangan dan ketentraman.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat ini:
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
” Sembahlah pemilik Ka’bah ini.”_
Bukan menyembah Ka’bah.
DIsebutkan dalam satu riwayat, ada seorang datang masuk ke Ka’bah. Kemudian dia heran tatkala melihat orang-orang thawāf di Ka’bah, ada yang mencium hajar Aswad. Maka terbetik dalam hatinya, Iblīs membisikan dalam hatinya, “Lihat mereka menyembah batu, Jāhilīyah.”
Maka seakan-akan ada orang menepuk dia lalu mengatakan:
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
” Sembahlah pemilik Ka’bah.”
Bukan Ka’bah nya yang di sembah.
Disebutkan juga ada seorang ulamā yang pernah memberikan pengajian dimasjidil Harām, kemudian dia sering mengatakan (dia beristiqhasah dengan Ka’bah):
“Ka’bah, tolonglah aku.”
Maka didengarlah oleh seorang ulamā yang lain dan dia ingin menasehati ulamā ini yang mungkin lepas kontrol sehingga menyeru kepada Ka’bah, seakan-akan bisa meminta pertolongan kepada Ka’bah.
Maka orang ini berpura-pura tidak tahu dan ingin belajar Al Qurān. Dia mengatakan:
” Saya ingin membacakan Al Qurān dihadapanmu, kalau salah tolong diperbaiki.”
Maka dia mulai dari Juz Amma. Satu persatu dia baca dan didengar terus oleh orang alim ini. Sampai akhirnya tiba pada surat Quraisy, namun dia sengaja merubah bacaannya, dia mengatakan:
فَلْيَعْبُدُوا هَٰذَا الْبَيْتِ
” Sembahlah Ka’bah ini.”
Maka orang alim tadi mengatakan salah dan mengatakan:
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
” Sembahlah pemilik Ka’bah ini, Tuhannya Ka’bah ini.”
Orang ini mengulang-ulang bacaan:
فَلْيَعْبُدُوا هَٰذَا الْبَيْتِ
” Sembahlah Ka’bah ini.”_
Lalu ditegur lagi oleh orang alim ini bahwa bacaannya salah. Akhirnya orang ini mengatakan:
” Tadi saya dengar saat pengajian, engkau mengatakan minta tolong kepada Ka’bah.”
Akhirnya orang alim ini pun sadar bahwasanya yang disembah bukanlah Ka’bah karena Ka’bah hanyalah sebuah batu yang tidak bisa beri manfaat dan mudharat.
Dan sering saya sampaikan batu termulia dialam semesta ini adalah hajar Aswad. Bahkan disebutkan dalam suatu riwayat bahwa hajar Aswad turun dari Surga. Tidak ada sesuatu yang dicium bernilai ibadah dan mendapatkan pahala kecuali mencium hajar Aswad.
Meskipun demikian, tatkala Umar Bin khathab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu mencium hajar Aswad, dalam shahīh Bukhāri dan shahīh Muslim, Umar bin Khathab mengatakan:
إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Wahai Hajar Aswad, saya tahu kamu hanyalah sekedar batu. Tidak bisa memberi manfaat dan juga memberi mudharat. Kalau bukan karena saya melihat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mencium kamu, saya tidak akan mencium kamu.” (Hadīts riwayat Muslim nomor 1270)
Kita mencium hajar Aswad karena Nabi pernah mencium hajar Aswad, sebagaimana kita sujud ditanah karena Nabi sewaktu shalāt sujud di tanah. Kita mencium hajar Aswad bukan karena hajar Aswad tersebut mengalir bārakah, seperti yang sakit menjadi sehat atau yang lainnya.
Oleh karenanya Umar mengatakan, “Kamu tidak bisa memberi manfaat atau memberi mudharat.”
Dan tahukah anda, bahwasanya Ka’bah dahulu pernah direnovasi oleh orang-orang kāfir Quraisy.
Yang membangun Ka’bah adalah orang-orang kāfir Quraisy. Mereka mencari batu-batu, mereka pikul lalu mereka membangun Ka’bah, karena Ka’bah hanyalah simbol, bukan sesuatu yang memberikan kemudharatan maupun memberi manfaat.
Kalau hajar Aswad batu yang paling mulia tidak memberi manfaat dan tidak memberi mudharat, bagaimana batu-batu yang lainnya?
Yang dijadikan jimat, batu akiq dan yang lainnya yang merupakan khurafat.
Yang menjadi masalah, seorang kyai menjual jimat dan semakin mahal harganya karena yang jual seorang kyai. Ini yang menyedihkan, menyedihkan kaum muslimin ditanah air kita.
Sampai saya baru mendengar kabar, ada jama’ah umrah dari Indonesia memotong kiswah Ka’bah, untuk apa memotong kiswah Ka’bah?
Oleh karenanya, kita katakan yang kita sembah bukan batu, sebagaimana tuduhan orang-orang kufar, “Lihatlah bagaimana kaum Muslimin Jāhilīyah menyembah batu.”
Kita katakan tidak! Yang kita sembah bukan batu melainkan yang punya Ka’bah yaitu Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ini tadi isi dari surat Quraisy yang intinya, tatkala seseorang diberikan kenikmatan, kemudahan, oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka wajib bagi dia untuk bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sebagaimana Allāh menyatakan kepada orang Kāfir Quraisy, “Kalian diberikan keamanan, kemudahan dan rejeki, oleh karenanya sembahlah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
Diantara bukti seorang bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah dia beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kalau dia tidak beribadah kepada Allāh, mana buktinya dia bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla?
Demikialah yang dapat disampaikan pada kesempatan kali ini, In syā Allāh besok kita lanjutkan tafsir surat yang lain.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته