السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوان
Tafsir Surat Al Mā’ūn bagian 02
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita lanjutkan kajian tafsir Juz’ Amma, yaitu surat Al Mā’ūn.
Kata Allāh:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ
” Dan kecelakaan bagi orang-orang yang shalāt.”
Siapakah orang-orang yang shalāt ini?
Ayat ini jangan diberhentikan, bukan berarti orang-orang yang shalāt akan celaka, tidak benar.
Orang-orang yang celaka maksudnya:
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
” Orang-orang yang mereka lalai dari shalātnya.”
Ada khilaf diantara para ulamā tentang makna سَاهُونَ (orang-orang yang lalai).
Sāhūn dalam bahasa Arab artinya lupa.
Subhānallāh, Allāh mengatakan celaka bagi orang-orang yang shalāt. Yang shalāt saja bisa celaka kalau shalātnya tidak benar, apalagi yang tidak shalāt.
Oleh karenanya Ikhwān, shalāt adalah perkara yang penting, sampai anak-anak sejak kecil sudah dilatih untuk shalāt.
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
” Perintahkanlah anak-anak kalian tatkala umur 7 tahun untuk shalāt dan pukullah mereka kalau tidak mau shalāt tatkala mereka sudah berumur 10 tahun.”
(Hadīts hasan Diriwayatkan oleh Abū Dāwūd (no. 495), Ahmad (II/180, 187) dengan sanad hasan, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallāhu ‘anhum)
Bapak-bapak yang tidak mengajari anaknya shalāt kemudian anaknya malas shalāt, maka dia bertanggung jawab pada hari kiamat.
Sibuk dengan dunianya, sehingga anaknya tidak shalāt dibiarkan. Subuh tidak dibangunkan tapi waktunya sekolah dibangunkan. Waktu shalāt subuh dibiarkan si anak tidur karena khawatir disekolah menjadi ngantuk.
Sedangkan waktun sekolah tidak pernah terlambat satu menitpun.
Orang seperti inilah yang tidak mengajari anak mereka shalāt. Kemudian anak setelah dewasa menjadi nakal, maka dia bertanggung jawab karena kenakalan mereka.
Ini adalah orang-orang yang shalāt namun shalāt mereka tidak benar. Mereka dicerca oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dikatakan, “Celaka bagi orang-orang yang shalāt.”
Yang bagaimana shalāt mereka?
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
Ø Orang-orang yang lalai dari shalāt mereka
Ø Orang-orang yang shalāt namun mengeluarkan waktu shalātnya sampai diluar waktu.
⇒ misalnya, seharusnya shalāt zhuhur mereka kerjakan di waktu shalāt zhuhur, akan tetapi dikerjakan waktu shalāt ‘ashar (sengaja melakukannya tanpa ada udzur).
Ø Orang-orang yang menunda shalāt sampai dipenghujung waktu (sengaja melakukan shalāt diwaktu yang dibenci).
⇒ misalnya, orang-orang munāfiq yang tidak mengerjakan shalāt ‘ashar diawal waktu shalāt ‘ashar, tetapi mereka mengerjakannya tatkala menjelang maghrib.
Awal waktu shalāt ‘ashar adalah jika panjang bayangan suatu benda sama dengan panjang benda tersebut.
Awal shalāt zhuhur dimulai tatkala matahari tergelincir, tadinya bayangan suatu benda diarah barat sekarang berubah kearah timur karena matahari sudah tergelincir kearah barat.
Kapan selesai waktu shalāt zhuhur?
Waktu shalāt zhuhur selesai sampai panjang bayangan suatu benda panjangnya sama dengan benda tersebut.
Misalnya:
Kita meletakan kayu panjangnya 2 meter maka selama panjang bayangan belum 2 meter maka masih shalāt dhuhur. Tatkala panjang suatu benda sudah 2 meter berarti sudah selesai waktu shalāt dhuhur dan masuk waktu shalat ‘ashar.
Kapan akhir waktu shalat ‘ashar?
Waktu shalāt ‘ashar berakhir sampai panjang bayangan benda tersebut sampai 2 kali lipat, karena Jibrīl ‘alayhissalām pernah mencontohkan ketika dia (Jibrīl) datang kepada Nabi dua kali, waktu awal shalāt dan akhir shalāt.
⑴ Hari pertama dia shalat diawal shalāt.
⑵ Hari kedua dia shalāt diakhir shalāt.
Kemudian Jibrīl mengatakan, “Diantara dua waktu ini adalah waktu shalāt.” Hari kedua Jibrīl ‘alayhissalām shalāt diakhir waktu, yaitu tatkala panjang bayangan suatu benda dua kali lipat dari panjang benda tersebut.
Kalau kita tegakan tiang 2 meter terus panjang bayangan sudah 4 meter berarti waktu shalāt ‘ashar sudah berakhir, ini yang disebut dengan waktu ikhtiari.
Bagaimana kalau kita shalāt ‘ashar setelah waktu itu dan masih ada waktu/belum terbenam matahari)?
Seseorang bisa mengerjakan shalāt ‘ashar diwaktu tersebut bila ada halangan, tetapi bila tidak ada halangan maka tidak boleh.
Seseorang harus mengerjakan shalāt ‘ashar sebelum panjang bayangan suatu benda dua kali lipat (kecuali ada udzur). Bila ada udzur misalnya terjebak kemacetan atau ada sesuatu maka tidak mengapa sebelum matahari terbenam.
Adapun seseorang yang tanpa ada udzur, sengaja melaksanakan shalāt ‘ashar menjelang maghrib, maka dia seperti perilaku orang-orang munafiq.
Kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
تلك صلاة المنافق، تلك صلاة المنافق، تلك صلاة المنافق
” Itu shalātnya orang munāfiq, itu shalātnya orang munāfiq, itu shalātnya orang munāfiq.”
Bagaimana shalātnya orang munāfiq?
يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ، قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا، لَا يَذْكُرُ اللهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا
” Dia duduk, ketika sudah waktu shalāt dia santai saja menunggu, memperhatikan matahari. Tatkala matahari sudah akan terbenam maka dia segera shalāt, kemudian dia shalāt cepat-cepat seperti burung yang mematuk-matuk, dia tidak mengingat Allāh kecuali sedikit (ini sifat orang munāfiq).” (Hadīts riwayat Muslim nomor 622)
Bahkan sebagian ulamā menyebutkan ini termasuk dari firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
” Orang-orang yang lalai dari shalātnya.”
Bahkan para ulamā juga mengatakan yang dimaksud dengan: ْ عَنْ صَلَاتِهمْ سَاهُونَ adalah termasuk orang-orang yang tidak khusyū’ dalam shalātnya.
Jadi dia shalāt namun sengaja menerawang dalam shalātnya. Misalnya, tatkala Imām membaca sura tapi pikiran kita ditempat lain, ini merupakan ganguan syaithān.
Dalam hadīts disebutkan:
” Tatkala adzan dikumandangkan maka syaithān lari terbirit-birit sampai kentut dengan suara yang besar supaya dia tidak dengar adzan. Setelah selesai adzan dia kembali. kemudian dia mulai. menggoda orang yang shalāt dengan mengatakan:
‘Ingat ini, ingat itu, ingat itu’.”
Dan benar, banyak perkara yang kita lupakan kita ingat tatkala kita sedang shalāt.
Setiap orang tidak ada yang selamat, yang jadi masalah jika dia sengaja menerawang. Tatkala ini terjadi kita harus kembali, jangan kita biarkan pikiran kita terbawa oleh Syaithān.
Dan ini termasuk orang yang سَاهُونَ, menurut pendapat sebagian ulama.
Yang benar ayat ini turun tentang orang-orang munāfiq, bukan tentang kaum muslimin. Tetapi barang siapa yang memiliki kelalaian dari shalāt maka dia akan mendapatkan bagian cercaan dalam ayat ini.
Kalau sempurna kelalaian dia maka sempurna seperti orang munafiq. Dan semakin sedikit kelalaiannya maka makin sedikit dia mendapat cercaan dari ayat ini.
Demikian wabillāhi taufīq
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته