الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوان

Diantara perkara yang mendasar dalam ajaran Islām, adalah mencintai para shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Bagaimana kita tidak mencintai para shahābat  Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, sementara Allāh Subhānahu wa Ta’āla memuji mereka dalam banyak ayat dalam Al Qurān, pujian yang diabadikan dan dibaca terus hingga hari kiamat?

Diantaranya firman Allāh Ta’āla:

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَـٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَـٰنٍ رَّضِىَ الله عَنۡہُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّـٰتٍ تَجۡرِى تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ أَبَدًا‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ 

” Dan orang-orang yang pertama kali masuk Islām, dari kalangan kaum Muhājirīn dan kaum Anshār dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik (bagaimana nasib merka ?), Allāh ridhā kepada mereka dan mereka ridhā kepada Allāh dan Allāh siapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal dalam surga-surga tersebut selamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah: 100)

Allāh telah menjamin Muhājirīn dan Anshār masuk surga. 

Adapun orang-orang yang datang setelah mereka, untuk bisa masuk surga, untuk bisa diridhāi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka Allāh persyaratkan harus mengikuti:

Para Shahābat (kaum muhājirīn dan kaum  anshār dengan pengikutan yang baik.

Kata Allāh:

وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَـٰنٍ

” Dan orang orang yang mengikuti mereka dengan pengikutan yang baik.”

Bagaimana kita tidak memuji suatu kaum? Bagaimana kita tidak mencintai suatu kaum, yaitu  shahābat Nabi?

Yang syarat masuk surga, harus mengikuti mereka dengan pengikutan yang baik.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga memuji mereka dalam ayat yang lain, yang Allāh puji bahkan hati mereka.

Kata Allāh:

لَقَدْ رَضِيَ الله عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

” Sungguh Allāh telah ridhā kepada kaum mu’minin (yaitu) para shahābat, tatkala mereka membai’at engkau, wahai Muhammad, dibawah sebuah pohon. Maka Allāh mengetahui isi hati mereka (para shahābat), maka Allāh turunkan ketenangan bagi mereka, dan Allāh memberikan ganjaran kepada mereka kemenangan yang disegerakan.” (QS Al Fath: 18)

Perjanjian tersebut terjadi dalam perjanjian Hudaibiyah.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

” Tidak seorangpun yang membai’at aku di bawah sebuah pohon akan masuk neraka.”

(Hadīts Riwayat At Tirmidzi nomor 3860)

Dan disebutkan dalam sejarah (sirah) Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ada sekitar 1400 orang shahābat yang membai’at Nabi di bawah pohon tersebut.

Demikian juga dalam ayat yang lain Allāh berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

” Dan orang orang fuqarā’ yang mereka terusirkan (orang-orang Muhājirīn) yang mereka terusirkan dari kampung mereka dan meninggalkan harta-harta mereka (pergi ke kota Madīnah, untuk apa? Allāh sebutkan niat mereka), demi untuk mencari karunia Allāh dan mencari keridhāan Allāh, mereka menolong Allāh dan RasūlNya. Mereka adalah orang orang yang imānnya benar.” QS Al Hasyr: 8)

Allāh mentazkiyah, Allāh menyebutkan bahwasanya mereka ikhlās. Mereka meninggalkan harta, meninggalkan kampung halaman demi untuk mencari keridhāan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Adapun kita, siapa yang bisa menjamin kita ikhlās?

Para shahābat telah dijamin keikhlāsan mereka dalam Al Qurān. Bahkan Allāh beri predikat kepada mereka sebagai penolong Allāh dan Rasūl-Nya.

Kemudian Allāh tutup ayatnya, dengan firmanNya:

أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلصَّـٰدِقُونَ

” Mereka adalah orang orang yang imānnya benar.”

Kemudian Allāh berbicara, setelah muhājirīn Allāh berbicara tentang anshār.

Kata Allāh:

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

” Dan orang-orang (yang tinggal di kota Madīnah) dan berimān sebelumnya mereka mencintai kaum Muhājirīn dan mereka tidak mendapati dalam diri mereka rasa dengki dan hasad kepada kaum Muhājirīn, bahkan mereka lebih mendahulukan kepentingan orang-orang Muhājirīn daripada kepentingan diri mereka sendiri padahal mereka juga dalam kondisi butuh. Dan barangsiapa yang dijauhkan jiwanya (dijaga jiwanya dari rasa pelit dan tamak), sungguh mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS Al Hasyr: 9)

Disini Allāh beri predikat kepada kaum Anshār dengan orang-orang yang beruntung. 

Dalam ayat yang lain, ternyata Allāh jelaskan para shahābat sudah dipuji oleh Allāh bukan cuma dalam Al Qurān bahkan dalam kitāb-kitāb terdahulu, dalam Taurāt dan Injīl Allāh juga memuji para shahābat.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

مُّحَمَّدٌ۬ رَّسُولُ ٱللَّهِ‌ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ ۥۤ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَہُمۡ‌ۖ تَرَٮٰهُمۡ رُكَّعً۬ا سُجَّدً۬ا يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنً۬ا‌ۖ سِيمَاهُمۡ فِى وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ‌ۚ ذَٲلِكَ مَثَلُهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ‌ۚ وَمَثَلُهُمۡ فِى ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُ ۥ فَـَٔازَرَهُ ۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَ‌ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِنۡہُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا (الفتح : ٢٩)

Perhatikan!

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ‌ۚ 

” Muhammad adalah Rasūlullāh.”

ِ‌ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ

” Dan orang orang yang bersama Muhammad (yaitu para shahābat).”

أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَہُمۡ‌ۖ

” Sikap mereka keras terhadap orang orang kāfir dan berkasih sayang diantara mereka.”

Bagaimana sifat para shahābat ?

تَرَاهمُۡ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنًا

” Kau dapati mereka para shahābat senantiasa ruku’ dan sujud demi untuk mencari karunia Allāh dan mencari keridhāan Allāh.”

Perhatikan, Allāh puji mereka. Allāh sebutkan mereka suka beribadah, mereka suka ruku’ dan sujud.

سِيمَاهُمۡ فِى وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ‌ۚ

” Dan ciri wajah mereka ada bekas sujud.”_

 ذَٲلِكَ مَثَلُهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ‌ۚ

” Inilah perumpamaan para shahābat di kitāb Taurāt.”

وَمَثَلُهُمۡ فِى ٱلۡإِنجِيلِ

Adapun Perumpamaan para shahābat di Injīl.

كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُ  ۥ فَـَٔازَرَهُ  ۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ

” (Perumpamaan pada shahābat dalam Injīl adalah) seperti tunas yang ditanam kemudian tumbuhlah tunas tersebut kemudian membesar dan kokoh, menyenangkan penanamnya.”

Siapa yang menanam? Ini ibarat dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla. 

Seakan akan Nabi yang telah mendidik para shahābat dan berhasil pendidikannya sehingga menyenangkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Kata Allāh: 

 لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَ

” Allāh menjadikan orang orang kāfir benci kepada para shahābat.”

Oleh karenanya jangan sampai kita membenci para shahābat.

Karena Allāh telah mengatakan:

 لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَ

” Allāh menjadikan para shahābat agar orang orang kāfir benci kepada mereka.” 

(QS Al Fath: 29)

Oleh Karenanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyatakan predikat yang luar biasa dalam Al Qurān yang kita senantiasa membacanya.

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ

” Kalian adalah umat terbaik yang Allāh keluarkan bagi manusia, (ummat terbaik).”

(QS Ali ‘Imrān: 110)

Bagaimana mereka bukan umat terbaik, guru mereka adalah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, Nabi terbaik, manusia terbaik, yang pernah ada di atas muka bumi ini.

Oleh karenanya barangsiapa yang melihat:

 

  • Bagaimana ibadahnya para shahābat?
  • Bagaimana jihādnya para shahābat?
  • Bagaimana akhlaqnya para shahābat?

Mereka akan mendapati seakan-akan dongeng. Kalau tidak diceritakan dengan riwayat yang shāhihah niscaya kita katakan:  ” Itu semua hanyalah dongeng”

Siapakah yang pernah menyumbangkan hartanya seluruhnya?

Yaitu Abū Bakr Ash Shiddīq radhiyallāhu Tabāraka Ta’āla ‘anhu.

 جاء  بكل ما عنده 

” Dia (Abū Bakr Ash Shiddīq radhiyallāhu Tabāraka Ta’āla ‘anhu), berinfāq dengan seluruh hartanya.”

Bagaimana ada seseorang pernah memberikan setengah hartanya (Saad bin Rabi’), tatkala Saad bin Rabi’ dipersaudarakan Nabi dengan Abdurrahman bin Auf.

Maka Saad bin Rabi’ berkata, ” Saya termasuk orang kaya di kota Anshār, saya akan membagi hartaku menjadi dua, setengah untukmu setengahnya lagi untukku.” 

Apa ada orang di zaman sekarang ini memberikan setengah hartanya untuk shahābatnya?

Jawabannya, “Tidak ada”, mustahil!

Bahkan bukan cuma itu, dia mengatakan, ” Saya punya istri lebih dari satu, kau lihat mana yang kau suka, saya akan ceraikan jika habis masa iddahnya, nikahi.”

Tidak ada di zaman sekarang seperti ini!

Siapakah yang ibadahnya seperti Abbad bin Bishr  radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu ?

Tatkala Abbad bin Bishr ditugaskan bergantian dengan ‘Amr bin Yāsir, pada waktu itu dia tidak sedang bertugas maka diapun shalāt di malam hari.

Tiba-tiba datang anak panah mengenai tubuhnya, mengalirlah darah ditubuhnya dan dia melanjutkan shalātnya, datang anak panah kedua, mengalir lagi darah ditubuhnya.

Dia tetap melanjutkan shalātnya sampai datang anak panah yang ketiga. Dan dia masih terus melanjutkan shalātnya hingga selesai.

Maka para shahābat yang lain heran, mengapa engkau melakukan demikian?

Abbad bin Bisrh pun mengatakan, ” Saya sedang membaca sebuah surat dan saya tidak ingin berhenti sebelum saya menyelesaikan surat tersebut.”

Siapa yang ibadahnya seperti itu?

Siapakah yang seperti pada shahābat yang Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah mengutus para shahābat dalam Ghazwa Mu’tah.

Perjalanan dari kota Madīnah menuju Mu’tah, 1.100 kilometer (kira-kira sekarang). 3.000 pasukan dikirim oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menempuh perjalanan 1.100 kilometer,  sementara tatkala mereka sampai di sana musuh mereka dari pasukan Romawi berjumlah 200.000.

Bayangkan 3.000 disuruh lawan 200.000 !

Siapakah yang seperti para shahābat dalam perang Dzatur Riqa’, para shahābat berjalan kearah timur kota Madīnah ratusan kilometer, mereka bergantian naik unta, sampai akhirnya karena kekurangan kendaraan akhirnya sepatu (khuf-khuf) mereka robek, sehingga mereka harus membalut kain di kaki mereka untuk berjalan melewati kerikil padang pasir ratusan kilo sebelum bertemu dengan musuh.

Siapa yang bisa berimān seperti itu?

Oleh karenanya kita harus mengerti tentang keutamaan para shahābat

Kewajiban bagi kaum Muslimin, untuk berterimakasih kepada para shahābat yang telah berjuang dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka agar tersebarnya Islām diseluruh penjuru dunia.

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك