السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ونتوب إليه، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،

أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

فَإِنَّ أحسن الكلام كلام اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Ikhwāni fīllāh wa akhwāti fiddīn azaniyallāh waiyyakum.

Alhamdulillāh puji dan syukur kita panjatkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang masih memberikan kita kesempatan untuk bisa mempelajari ayat-ayat-Nya dan hadīts-hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, dalam rangka untuk mendekatkan diri kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada kesempatan kali ini kita akan membuka pembahasan tentang buku ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karangan Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāhu Ta’alā dan kita akan membaca terjemahannya.

Buku ini adalah buku yang ringkas, isinya membicarakan tentang rukun imān (‘aqidah kita), yang berisi tentang:

Imān kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.  

Imān kepada malāikat. 

Imān kepada kitāb-kitāb.

Imān kepada rasūl-rasūl.

Imān kepada hari akhirat.

Imān kepada qadar baik dan buruk. 

⇒Berarti kitāb ini secara khusus (spesifik) berbicara tentang rukun Imān yang enam.

Telah diisyaratkan dalam hadīts Jibrīl, tatkala Jibrīl ‘alayhissalām bertanya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيمَانِ . قَالَأَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ 

“ Kabarkanlah kepadaku tentang imān.”_ 

Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:_ 

” Engkau berimān kepada Allāh, malāikat-malāikat-Nya, kitāb-kitāb-Nya, para rasūl-Nya, hari akhir dan takdir baik dan buruk.”_ (Hadīts Riwayat Muslim nomor 8)

Itulah yang maksud dengan rukun Imān yaitu enam perkara yang merupakan landasan keimānan kita dalam Islām.

Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata:

_الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ، وأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، الملك الحق المبين، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه خاتم النبيين، وإمام المتقين، صلى الله عليه وعلى وعلى آلِهِ وأصحابه ومَنْ تبعهم بإحسانٍ إلى يومِ الدين، أَمَّا بَعْدُ_

Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengutus Rasūl-Nya Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan membawa petunjuk dan agama yang haq, sebagai rahmat untuk alam semesta, sebagai suri tauladan bagi orang-orang yang beramal dan sebagai hujjah terhadap semua umat manusia._ 

_Melalui beliau dan wahyu yang diturunkan kepada beliau, yaitu Al Qur’an dan Sunnah, Allāh telah menerangkan setiap hal yang membawa kebaikan bagi umat manusia dan kelurusan sikap dan kondisi mereka dalam bidang agama dan urusan dunia, yang berupa ‘aqidah yang benar, amalan yang lurus, akhlak yang mulia dan etika yang tinggi nilainya._

_Oleh karena itu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah meninggalkan umatnya di atas jalan yang lapang dan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya, siapa saja yang menyimpang dari jalan itu niscaya akan celaka dan binasa._

_Dan demikianlah para umat beliau, yang memenuhi panggilan Allāh dan Rasūl-Nya, yang mereka itu sebaik-baik umat, yaitu para shahābat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik._

_Mereka telah melangkah di atas jalan tersebut dengan mengamalkan syari’at yang dibawa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan berpegang teguh serta berpegang erat-erat dengan sunnah beliau, baik berupa ‘aqidah, ibadah, akhlak maupun etika._

_Maka mereka itulah golongan yang senantiasa tegak dan muncul di atas kebenaran, tiada peduli dengan orang yang menghinakan dan menentang mereka, sampai datang keputusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla merekapun tetap demikian._

_Sedangkan kita, Alhamdulillāh, ikut melangkah di atas jejak mereka dan menetapi perilaku mereka yang didasari dengan Al Qurān dan Sunnah._

_Kita katakan hal ini untuk menyebutkan rasa syukur kita kepada nikmat Allah Subhānahu wa Ta’ala dan untuk menjelaskan apa yang harus dilaksanakan oleh setiap orang mukmin._

_Kita memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla semoga berkenan menetapkan kita serta saudara-saudara kita kaum muslimin dengan ucapan yang teguh, kalimat tauhīd dalam kehidupan dunia dan akhirat serta melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, sesungguhnya Dia Maha Pemberi._

_Dan mengingat pentingnya permasalahan ini serta adanya perbedaan pendapat yang didasari hawa-nafsu, maka saya ingin menulis risalah ringkas tentang ‘aqidah kita, ialah ‘aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, yaitu:_

Imān ke pada Allāh,

Kepada para malāikat,

Kitāb-kitāb,

Rasūl-rasūl,

Hari akhirat dan

Qadar yang baik maupun yang buruk.

_Dengan memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla semoga menjadikan tulisan ini ikhlās semata-mata karena Allāh, mendapat ridhā-Nya dan bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya._

Ini muqaddimah yang disampaikan Syaikh Muhammad Shālih Utsaimin di atas menjelaskan tentang rahmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla kepada makhluk-Nya. Maka diantara konsekuensi rahmat Allāh, yaitu Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengirim Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang menunjukkan kepada makhluk-makhluk Allāh Subhānahu wa Ta’āla kepada jalan yang terbaik.

  • Bagaimana ber’aqidah yang benar?
  • Bagaimana berakhlak yang benar?

Semuanya telah dicontohkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Beliau mengatakan mengapa beliau menulis buku ini? 

Beliau mengatakan:

” Karena adanya perbedaan pendapat yang didasari hawa nafsu dan penyimpangan dalam ‘aqidah sangat banyak.”_

“Maka saya ingin menulis risalah ringkas tentang ‘aqidah kita, untuk menjelaskan mana ‘aqidah yang benar, agar kita terselamatkan dari penyimpangan-penyimpangan tentang ‘aqidah.”_

” Karena banyak orang yang menyampaikan ‘aqidah tidak didasarkan kepada Al Qurān dan sunnah, tetapi:_

  • Dengan hawa nafsu,_
  • Ada dengan memakai perasaan,_
  • Ada yang memakai mimpi,_
  • Dan macam-macamnya yaitu cara beristidlal yang tidak benar.”_

Thayyib, kita masuk pada pembahasan inti.

IMĀN KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA’ĀLA

Beliau rahimahullāhu Ta’alā berkata:

_▪Kita mengimāni rububiyyah Allāh Subhānahu wa Ta’āla (artinya) bahwa Allāh adalah:_ 

  • Rabb,_
  • Pencipta,_
  • Penguasa, dan_
  • Pengatur segala yang ada di alam semesta ini._ 

_▪Kita mengimāni uluhiyah Allāh Subhānahu wa Ta’āla, (artinya) Allāh adalah sesembahan yang haq, sedangkan sesembahan yang lain adalah bathil._

_▪Kita mengimāni asma’ dan sifat-Nya, (artinya) bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki nama yang Maha Indah serta sifat-sifat yang Maha Sempurna dan yang Maha Luhur._

_Dan kita mengimāni keesaan Allāh dalam semua hal itu._

Jadi yang dimaksud dengan imān kepada Allāh adalah mengtauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. 

Pertama, kita mengimāni bahwasanya Allāh itu ada, kemudian kita mengesakan Allāh, sebagaimana Allāh berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

” Katakanlah, bahwasanya Allāh Maha Esa.” (QS Al Ikhlās: 1)

Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla Maha Esa dalam segala hal, dalam rububiyyah-Nya, dalam uluhiyah-Nya dan dalam asma’ wa sifat-Nya.

Secara sederhana, jika kita katakan Allāh Subhānahu wa Ta’āla Maha Esa dalam rububiyyah, maksudnya rububiyyah adalah berkaitan dengan penciptaan, penguasaan atau pemilikan dan pengaturan. Ini disebut dengan rukun tauhīd rububiyyah.

Rukun Tauhīd Rububiyah ada 3 (Tiga) :

(1) Allāh satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini.

(2) Allāh satu-satunya yang menguasai atau memiliki alam semesta ini.

(3) Allāh satu-satunya yang mengatur alam semesta ini.

Kita meyakini Allāh Maha Esa dalam hal ini.

Kemudian kita juga meyakini uluhiyah Allāh, uluhiyyah artinya Allāh satu-satunya yang berhak disembah, selain Allāh tidak boleh disembah, karena yang berhak disembah hanyalah pencipta alam semesta.

Dan yang ketiga, apa yang dimaksud dengan tauhīd al asma’ wa sifat, yaitu kita meyakini bahwasanya Allāh yang memiliki nama-nama yang terindah dan sifat-sifat yang sangat mulia, tidak ada satu makhlukpun dzat yang sama dalam masalah keindahan nama-nama Allāh dan dalam sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Barang siapa yang meyakini ada yang menyertai Allāh dalam rububiyyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau Asma’ wa Sifat-Nya, maka dia musyrik, ini secara sederhana.

Jika kita ditanya apa yang dimaksud dengan tauhīd asma’ wa sifat?

Artinya kita meyakini bahwa hanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang memiliki nama-nama yang terindah dan hanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki sifat-sifat yang termulia. Tidak ada satu dzatpun yang  menyerupai atau menyamai Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam nama-namaNya dan sifat-sifatNya.


Bersambung ke bagian 2, in syā Allāh.
BimbinganIslam.com
 Senin, 20 Rajab 1438 H / 17 April 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 01 dari 13)