الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته

Sekarang kita masuk pada pembahasan Tauhīd Ar Rububiyyah.

Saya sebutkan bahwasanya rukun tauhīd rububiyyah ada 3 (tiga), yaitu:

(1) Allāh satu-satunya Pencipta alam semesta ini._

(2) Allāh satu-satunya Penguasa atau Pemilik alam semesta ini._

(3) Allāh satu-satunya Pengatur alam semesta ini._

Dan ini benar, bahwasanya tidak ada yang menciptakan, kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Makanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan, menantang hal ini dalam banyak ayat, diantaranya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ

” Wahai manusia sekalian, dibuat perumpamaan bagi kalian maka dengarkanlah, sesungguhnya yang kalian sembah selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla, tidak akan mampu menciptakan seekor nyamuk, meskipun mereka bersatu padu.”

Mereka tidak akan mungkin bisa menciptakan seekor lalat, padahal lalat itu adalah hewan yang hina, hewan yang kecil, tetapi tidak ada yang bisa menciptakan seekor lalat, meskipun yang disembah selain Allāh bersatu-padu.

Oleh karena itu, jika disuruh bersatu padu, misalnya budha disuruh gabung dengan Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām atau dengan yang lainnya, dengan malāikat, tidak akan bisa menciptakan seekor lalat. Karena yang menciptakan adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dalam hadīts yang lain kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentang adzab yang pedih bagi orang yang membuat patung bernyawa.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِى، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ شَعِيرَةً

Allāh ‘Azza wa Jalla berfirman:

” Dan siapa yang lebih zhālim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku? Hendaklah ia ciptakan biji kecil atau biji tepung atau biji gandum.”_

(Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 5953 dan Muslim nomor 7559)

Ada juga yang menterjemahkan dengan semut.

Tidak usah gajah, coba ciptakan semut saja, lalu bisa jalan, bisa bergerak, dan tidak ada yang bisa.

Atau ciptakan biji. Siapa yang bisa ciptakan biji?

Kemudian jika ditanam, maka dia tumbuh, siapa yang bisa?

Seluruh ahli teknologi di dunia ini berkumpul, tidak usah hewan, ciptakan biji saja untuk ditumbuhkan di tanah kemudian tumbuh, tidak ada yang bisa. Karena yang menciptakan biji hanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ada orang China katanya bisa membuat telur. Apa benar bisa bikin telur?

Telur yang dibikin cuma bisa digoreng, jika dieramkan, tidak akan bisa menetas.

Kenapa ?

Karena tidak Ada yang bisa memberi ruh, yang bisa menciptakan hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Oleh karenanya, tidak boleh seorang meyakini ada yang beserta Allāh yang ikut mencipta.

Barang siapa yang meyakini ada yang beserta Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang ikut mencipta atau ada yang membantu Allāh Subhānahu wa Ta’āla mencipta, maka dia telah terjerumus dalam kesyirikan dalam rububiyyah.

Yang kedua, dalam masalah pemilikan (rukun kedua dalam tauhīd rububiyyah).

Kita tahu bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla satu-satunya yang mencipta, maka kitapun yakin bahwasanya seluruh alam semesta ini hanyalah milik Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan:

وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ

” Dan yang kalian sembah selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla, mereka sama sekali tidak memiliki meskipun hanya qithmīr.”

Qithmīr itu kulit ari yang ada pada biji kurma. 

Jika kita makan kurma ada bijinya, pada bijinya ada kulit ari. kulit itu sangat tipis. Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla, tidak ada yang memiliki kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kenapa?

Karena anda boleh memiliki jika anda mencipta.

Anda tidak pernah menciptakan kurma, bagaimana bisa anda memilikinya?

Artinya, pemilik sesungguhnya di alam semesta ini hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian, kitapun meyakini bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang mengatur alam semesta ini.

Tidak ada satupun makhluk yang ikut serta dalam pengaturan alam semesta. Hanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla sendiri yang mengatur alam semesta. Yang ada, yang berjalan (berlangsung) di alam semesta ini, di langit dan di bumi, hanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang mengatur.

Dalam ayat surat Sabā ayat 22, kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ

Katakanlah, ” Serulah mereka yang kalian anggap Tuhan selain Allāh, mereka sama sekali tidak memiliki sebesar dzarrahpun yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Dan mereka tidak punya sedikitpun saham dalam penciptaan langit dan bumi. Bahkan mereka tidak membantu Allāh sama sekali.”_

Dzarrah itu maksudnya sesuatu yang sangat kecil. 

Sebagian ahli tafsir menyatakan, dzarrah itu bisa ditafsirkan dengan tiga tafsiran:

Ada yang menafsirkan, dzarrah itu semut kecil.

Ada yang menafsirkan, dzarrah itu adalah seorang tatkala menepuk tangannya di tanah, kemudian tersisa butiran-butiran kecil ditangannya, satu butir diambil itulah dzarrah.

Ada yang mengatakan, dzarrah itu adalah jika di kaca kemudian datang sinar matahari, kemudian terlihat butir-butiran, satu butiran itu namanya dzarrah.

Jadi ukurannya  sangat kecil. 

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla, ” Mereka, sesembahan-sesembahan kalian itu, tidak memiliki sedikitpun yang ada di langit atau di bumi.”

وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ

” Dan mereka tidak punya satu sahampun dalam penciptaan langit dan bumi.”

Jadi tidak ada yang membantu Allāh Subhānahu wa Ta’āla sama sekali.

وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ

” Dan mereka tidak membantu Allāh sama sekali.”

Jadi kepemilikan itu bisa satu benda dimiliki bersama atau tidak ikut memiliki tapi membantu dalam membuat benda tersebut.

Ini semua ternafi’kan dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan sendiri dan tidak ada satu dzatpun yang ikut serta memiliki langit dan bumi.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla, ” Satu dzarrah pun di langit dan di bumi tidak ada yang ikut serta memiliki, hanya Aku sendiri.” 

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla, ” Satu lembar daun yang ada di bumi yang mempunyai hanya Saya, tidak ada pencipta lain yang ikut serta dalam menciptakan dan dalam pemilikan. Kemudian tidak ada yang membantu sama sekali dalam membuat/mengkreasi alam semesta ini.”

Ini ayat disebutkan sebagai ayat yang membathilkan kesyirikan dari asalnya (pokoknya).

Kenapa?

Jika dzat lain berhak disembah, mungkin dia ikut serta bantu Allāh atau mungkin dia ikut memiliki alamsemestaa sehingga berhak untuk disembah.

Tapi Allāh bilang, ” Tidak ada yang berhak untuk disembah.” 

Kenapa?

Karena tidak ada yang memiliki saham sama sekali atas alam semesta (kecuali Allāh).

Mungkin dia ikut Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam membantu mengurusi alam semesta?

Jawabannya juga: Tidak ada.

Maka dia tidak berhak untuk disembah.

Bahkan yang terakhir:

وَلَا تَنفَعُ الشَّفَاعَةُ عِندَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ

” Dan tidaklah berguna syafā’at, di sisi Allāh melainkan bagi orang-orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafā’at itu.” (QS Sabā: 23)

Mungkin ada yang mengatakan, ” Saya sembah makhluk ini karena ia bisa beri syafā’at di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”

Kata Allāh:

” Itupun tidak ada! Dia tidak bisa memberi syafā’at, kecuali Aku izinkan.”

Jadi, segala pintu-pintu kesyirikan tertutup, kenapa kita Masih harus 

menyembah selain Allāh? 

Kalau dia itu ikut serta mencipta makan engkau berhak menyembah dia. Atau dia punya saham dalam pemilikan alam semesta atau dia ikut membantu atau dia bisa memberi syafā’at, meskipun saya tidak izinkan.

Seperti halnya seorang menteri memberi syafā’at di hadapan presiden. Dia memberi syafā’at sendiri karena presiden butuh kepada menteri, maka menteri bisa memberi syafā’at di hadapan presiden.

Semua pintu-pintu kesyirikan tertutup. Kalau begitu tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Makanya ayat ini disebut ayat pamungkas untuk menghilangkan kesyirikan dari asalnya.

Inilah rukun-rukun dari tauhīd rububiyyah.

Bersambung ke bagian 4, in syā Allāh.


BimbinganIslam.com
Rabu, 22 Rajab 1438 H / 19 April 2017 M
Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA حفظه الله
Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 3 dari 13)