الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته

 

Sekarang kita lanjutkan tentang tauhīd uluhiyyah. 

Tauhīd uluhiyyah maksudnya: tidak ada yang berhak disembah kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Uluhiyyah artinya peribadatan. 

Tidak ada yang berhak diserahkan ibadah kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan ini pengamalan dari firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ

” Hanya kepada Engkaulah Yā Allāh, kami beribadah.” (QS  Al Fātihah: 5)

Barangsiapa yang menyerahkan ibadah kepada selain Allāh maka dia telah berbuat kesyirikan.

Ibadah itu banyak, seperti:

  • Berdo’a. 
  • Menyembelih.
  • Bertawakal.

Kalau kita menyerahkan semua ini kepada selain Allāh, maka kita telah melakukan kesyirikan.

Di antara kesyirikan yang sangat fatal adalah berdo’a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla, karena do’a adalah puncak dari ibadah.

Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

الدﱡعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ

” Do’a adalah ibadah.”

(Hadīts shahīh riwayat ashhabus sunan. Lihat Shahīhul Jāmi’ no. 3407)

Do’a adalah ibadah, kenapa? 

Karena dalam do’a itu nampak sekali kerendahan seseorang, karena dia sedang meminta kepada pencipta. Ini sangat disukai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla (seseorang berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla).

Makanya Allāh mengatakan:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

” Mintalah kepadaku, aku akan kabulkan.” (QS  Ghāfir: 60)

Ini merupakan puncak ibadah. 

Sampai dalam hadīts dhāif:

الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ

” Do’a adalah intisari dari ibadah.”

Dan ini secara makna benar karena do’a itu puncak dari pada seorang beribadah, menunjukkan kerendahan dia, kehinaan dia, untuk minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dan ini tidak nampak tatkala puasa, tatkala dzikir.

Akan tetapi tatkala meminta benar-benar kita menunjukkan hajat kita, menunjukkan kerendahan kita, sambil mengakui kehebatan Dzat yang kita minta.

Ini semua apabila diserahkan kepada selain Allāh sangat berbahaya, sehingga Allāh mengatakan:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ

” Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yg berdo’a kepada selain Allāh.” (QS Al Ahqaf: 5)

Tidak ada yang lebih sesat artinya: syirik yang paling berbahaya adalah syirik berdo’a kepada selain Allāh. Dan ini syiriknya orang-orang musyrikin dahulu.

Kebanyakan orang-orang yang disembah dahulunya adalah orang-orang shālih dan mereka disembah setelah mereka meninggal dunia.

Lātta dahulu tidak disembah, kata Ibnu ‘Abbās:

كان رجلا يَلُتّ السويق للحاج فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه

” Al lātta dahulu adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti (yang dibagikan secara gratis) kepada jama’ah haji. Ketika dia meninggal, orang-orang beri’tikaf di kuburannya dan menyembahnya.” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)

⇒Lātta dalam shahīh Bukhāri disebutkan dahulunya orang baik suka membagi-bagikan makanan kepada jama’ah haji, tatkala dia meninggal dibangun patung dikuburannya, akhirnya disembah.

⇒Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām dahulu tidak disembah, makanya nabi ‘Īsā mengatakan:

فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ

” Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau yang menyaksikan perbuatan mereka.”

(QS  Al Ma’idāh: 117)

Nabi ‘Īsā belum disembah tatkala dia masih hidup, Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām disembah tatkala dia sudah meninggal dunia. 

Juga waktu Nabi Nūh ‘alayhissalām:

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd dan jangan pula suwa, yaghuts, ya’uq dan nasr.” (QS Nūh: 21)

Ini adalah 5 (lima) orang shālih dizaman Nabi Nūh ‘alayhissalām, belum disembah. Mereka disembah setelah mereka meninggal dunia.

⇒Budha belum disembah waktu masih hidup, kapan disembah?  Setelah meninggal.

⇒Khonghuchu belum disembah waktu masih hidup, kapan disembah? Setelah meninggal.

Jadi bahaya, ada keyakinan bahwa orang yang sudah meninggal ruhnya lebih hebat daripada waktu masih hidup.

Oleh karenanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam benar-benar menutup pintu-pintu ke arah ini. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sangat tegas dalam masalah kuburan. Inilah rahasia kenapa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tegas dalam masalah kuburan.

Bahkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

” Dahulu saya melarang kalian untuk berziarah kubur, silahkan sekarang ziarah kuburlah.”

(Hadits riwayat Imam Nasā’i nomor 5652)

Dahulu dilarang untuk berziarah kubur, disebutkan oleh para ulamā dalam Fathu Bāri, kenapa?

Karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam takut mereka masih akan menyembah ahli kubur tersebut sebagaimana kebiasaan orang-orang jāhilīyyah.

Tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melihat imān mereka sudah kuat, kata Rasūlullāh, “Silahkan, sekarang ziarah kubur.” 

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melarang karena ada kekuatiran terjerumus ke dalam kesyirikan orang-orang jāhilīyyah.

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sangat ketat dengan masalah kuburan.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melarang,

  • Tidak boleh ditulis 
  • Tidak boleh disemen 
  • Tidak boleh diberi lampu 
  • Tidak boleh ditinggikan 
  • Tidak boleh shalāt ke arah kuburan 

Semuanya dilarang oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dan kata Ibnu Qayyim rahimahullāh semua larangan Nabi tentang kuburan semuanya dilanggar.

  • Dilarang untuk disemen, sekarang kuburan disemen.
  • Dilarang untuk ditinggikan, sekarang ditinggikan dibuat kuburan tinggi.
  • Dilarang ditulisi, sekarang ditulisi nisannya dengan nama, tempat lahir, jabatan dan macam-macamnya.
  • Dilarang diberi lampu, sekarang diberi lampu.
  • Dilarang shalāt ke arah kuburan, sekarang kuburannya diletakan di mihrab.

Semuanya dilanggar. 

Oleh karenanya Asy Syaukani rahimahullāh menyebutkan:

_Antum bayangkan seorang masuk kuburan. Kemudian kuburannya besar dan kuburan tersebut diberi dupa (parfume). Kemudian diberi lampu dan tulisan-tulisan Arab. Kemudian akan datang syaithān membisikan (misalnya):_” Ini ruhnya hebat, maka mintalah melalui dia.”

_Dia akan masuk ke dalam suasana yang membuat dia kagum dengan mayat tersebut, akhirnya

, akhirnya lama-lama kuburan itu disembah._

Dan syaithān banyak menjerumuskan manusia dalam sisi ini.

Oleh karenanya kata Al Hafizh  Ibnu Hajar rahimahullāh:

” Asal kesyirikan adalah berlebih-lebihan terhadap orang shālih.”

Sehingga mengantarkan orang-orang meminta kepada penghuni kubur, meminta kepada mayat dan ini  yang sangat menyedihkan yang terjadi disebagian kaum muslimin.

Oleh karenanya berdo’a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla merupakan bentuk kesyirikan. 

Sekarang saya tanya kepada antum secara sederhana, malāikat itu mengatur alam atau tidak?

Jawabannya:  Iya, dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا

” Dan para malāikat yang mengatur urusan dunia.” (QS An Nazi’at:  5)

Allāh bersumpah dengan para malāikat, “Demi para malāikat yang mengatur (urusan hujan, tumbuhan, gunung, awam dll).” Mereka benar-benar mengatur dan Allāh memberikan izin akan tetapi mereka tidak bisa mengambil keputusan kecuali dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

  • Para malāikat yang meniupkan ruh.
  • Para malāikat yang mencabut nyawa.

Semua atas izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Sekarang, kalau hujan tidak turun, bolehkan kita meminta kepada malāikat hujan, kita bilang, “Wahai malāikat hujan, turunkanlah hujan?”

Boleh apa tidak? Syirik atau tidak?

Ini merupakan syirik, padahal malāikat benar-benar mengatur hujan tetapi meminta hujan harus kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Meminta harus tetap kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Apabila kita meminta kepada mayat yang tidak bisa apa-apa, apa bukan syirik namanya?

Sedangkan kepada malāikat yang bisa mengatur hujan (dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla) kita meminta kepadanya tidak boleh, padahal malāikat mengatur hujan benar-benar mengatur hujan., Lalu bagaimana meminta kepada mayat yang sudah meninggal dan tidak bisa apa-apa?

Subhānallāh, akal ini benar-benar sudah dibalik. Karena secara logika tidak masuk akal, meminta kepada mayat yang tidak bisa apa-apa.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ 

” Kalau anak Ādam telah meninggal dunia maka terputuslah amalannya, kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doanya anak shalih.”

(Hadīts Riwayat Imam Nasā’i nomor 3651)

Makanya orang yang meninggal butuh amal jariyah dan diantaranya anak shālih yang mendo’akannya.

Kalau dia (orang yang sudah meninggal) bisa berdo’a sendiri, untuk apa meminta anak shālih mendo’akannya? Dia berdo’a sendiri saja (bila dia bisa berdo’a sendiri tidak perlu anak shālih untuk mendo’akannya).

 

Perhatikan! 

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

زوروا القبور ؛ فإنها تذكركم الآخرة

” Ziarahlah kuburan karena itu akan membuat kalian ingat kepada akhirat.”

(Hadīts Riwayat  Ibnu Maajah nomor 1569)

Sekarang, lihatlah praktek orang, bagaimana? Ingat akhirat atau tidak? Tidak!

Datang kekuburan ingatnya dunia bukan ingat akhirat. Meminta kepada penghuni kubur dan membicarakan dunia, bukan meminta akhirat. Ini merupakan penyelisihan aturan dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wasallam.

Begitulah yang terjadi pada sebagian saudara-saudara kita, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberi hidayah kepada mereka.

Demikian saja, kurang lebihnya kami mohon maaf.


BimbinganIslam.com
Selasa, 05 Sya’ban 1438 H / 02 Mei 2017 M
Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 7 dari 13)