السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم يإحسان إلى يَوْمِ القيامة . أما بعد

 

Ikhwāni fīllāh wa akhawāti fīddīn azaniyallāh waiyyakum

_▪Kemudian kaidah yang kedua, tatkala menetapkan sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla, *kita tidak boleh menyamakan dan tidak boleh membagaimanakannya, kita menetapkan dan kita tidak boleh menolaknya.*_

Jadi kalau datang dalīl kita terima, namun kita tidak boleh membagaimanakannya (bertanya “bagaimana”) dan tidak boleh juga menyamakannya dengan makhluk.

Jadi bagaimana cara kita menetapkan sifat?

Sederhana ! 

⇒Jika datang penjelasan sifat-sifat Allāh, seperti Allāh Maha Mendengar, Allāh Maha Melihat, maka kita kita katakan:

” Allāh Maha Melihat, Allāh Maha Mendengar dan tidak sama dengan makhluk.” 

Makhluk pendengaran dan penglihatannya penuh keterbatasan.

Contoh: 

Ketika orang berkumpul di Padang ‘Arafāh, jutaan haji berkumpul di padang ‘Arafāh. Kemudian di saat yang sama mereka memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan berbagai bahasa, mungkin ratusan bahasa, minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam waktu yang bersamaan dengan permintaan yang berbeda-beda, maka Allāh Maha Mendengar seluruhnya dalam waktu yang sama.

Ini Maha Mendengarnya Allāh. 

Adapun mendengarnya manusia sangat terbatas. 

Kita, bila ada tiga orang berbicara dengan kita semuanya menggunakan bahasa Indonesia, kita tidak bisa menyimak ketiganya. Salah seorang dari mereka harus berbicara dan yang lain diam dulu. Kita tidak bisa menangkap pembicaraan mereka tiga-tiganya.

Apalagi jika salah satu menggunakan bahasa Bali, satu lagi bahasa Bugis, kemudian bahasa Irian, pasti kita tidak akan paham. Pendengaran manusia terbatas tidak sama dengan Maha Mendengarnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dan qiyaskanlah dengan sifat-sifat yang lain. 

Apalagi jika kita berbicara tentang ilmu Allāh, Ilmu Allāh sangat luas, manusia sangat terbatas. Allāh mengatakan:

وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا

” Tidak ada satu daunpun yang terjatuh kecuali Allāh tahu Ilmunya.”

(QS Al An’ām: 59)

Di bumi ini berapa triliyun daun?

Tidak bisa dihitung, kalau ada satu daun jatuh dibelantara Afrika Allāh pasti tahu. Kenapa?

Karena semua itu makhluk Allāh.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla  berfirman:

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ

” Bukankah yang menciptakan tahu yang dia ciptakan.” (QS Al Mulk: 14)

Seluruh yang Dia ciptakan Allāh tahu tentangnya. Seluruh daun ciptaan Allāh sehingga Allāh tahu bagaimana daun tersebut, bahkan manusia, Allāh tahu seluruh manusia.

Allāh mengatakan:

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

” Allāh tahu pengkhianatan lirikan mata dan Allāh tahu yang disembunyikan oleh hati-hati manusia.” (QS Ghāfir: 19)

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ

” Ketahuilah Allāh tahu apa yang ada didalam hati-hati kalian, maka waspadalah.”

(QS Al Baqarah: 235)

Allāh Maha Tahu. Manusia pengetahuannya sangat terbatas, banyak perkara yang tidak bisa dia ketahui. 

Begitulah cara menetapkan sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Jangan kita tolak!

Contoh: 

Tatkala Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan bahwa Allāh punya tangan, Allāh mengatakan dalam Al Qur’ān kepada iblīs.

مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ

” Wahai iblīs, apa yang mencegahmu untuk bersujud kepada Ādam yang aku ciptakan dengan kedua tanganku?” (QS Sad: 75)

Kita yakin Allāh punya dua tangan. 

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla, “Aku ciptakan Ādam dengan dua tanganku.”

Bagaimana tangan Allāh?

Kita tidak tahu, tidak bisa anda bayangkan, kalau anda bayangkan pasti keliru.

Seperti Allāh mengatakan dalam hadīts-hadīts yang shahīh bahwasanya penghuni-penghuni surga akan melihat wajah Allāh.

Bagaimana wajah Allāh?

Tidak bisa kita bayangkan, sangat indah tetapi kita tidak tahu. Bagaimana kita akan membayangkan karena kita tidak pernah tahu? Otak kita tidak mampu untuk membayangkan.

Tidak usaha kita membayangkan keindahan Allāh, anda membayangkan bagaimana tampannya Nabi Yūsuf ‘alayhissalām saja tidak akan pernah mampu.

Yang anda bisa bayangkan adalah orang yang tertampan yang pernah anda lihat. Kalau anda ingin melihat tampannya Nabi Yūsuf ‘alayhissalām, yang kata Nabi, “Diberikan setengah ketampanan,” maka anda tidak akan pernah bisa mengkhayalkannya.

Sama seperti kalau anda disuruh mengkhayal tentang cantiknya bidadari, anda tidak akan mampu. Yang bisa anda bayangkan adalah wanita tercantik yang pernah anda lihat. Lebih daripada itu tidak akan mampu.

Bayangkan dalam satu hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan tentang beningnya bidadari, karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla  mengatakan:

كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ

” Bidadari itu putih seperti mutiara dan bening seperti Intan.” (QS Ar Rahmān: 58)

Beningnya bagaimana? 

Dalam hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

كَبِدُهَا مِرآتُهُ

” Bahwasanya hati Bidadari itu cermin bagi suaminya.”

Bagaimana caranya, dihatinya ada cermin?

Kita tidak bisa bayangkan, bahkan kata Nabi dalam satu hadīts:

يُرَى مُخُ سُوْقِهِنَّ مِنْ وَرَاءِ الْعَظْمِ وَاللَّحْمِ

” Terlihat sumsum betisnya dibalik daging.”

(HR Al Bukhari no 3081 dan Muslim no 7325)

Dan ini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam jelaskan karena sangat cantiknya.

Sehingga bila disuruh membayangkan bidadari kita tidak akan bisa, tidak mampu otak kita membayangkan cantiknya bidadari.

Kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

لَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا، وَلَمَلَأَتْهُ رِيحًا، وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا [صحيح البخاري]

” Kalau ada seorang bidadari muncul di dunia ini maka akan menerangi antara bumi dan langit, bahkan bau semerbak yang harum antara langit dan bumi.”

(Hadīts Riwayat Bukhāri 2587 versi Fathul Bari nomor 2796) 

==> Karena bau bidadari yang sangat harum.

Kita tidak bisa membayangkan bidadari seperti apa, tidak bisa!

Otak kita tidak mampu, bidadari tidak sama dengan wanita di dunia.

Orang di dunia saja (Nabi Yūsuf ‘alayhissalām) anda bayangkan tidak akan mampu, otak anda tidak akan sampai, kenapa? Sudah saya katakan tadi akal itu hanya bisa mengkhayal sesuai dengan logika yang pernah dia lihat.

Bayangkan! 

Sampai para wanita tatkala melihat Nabi Yūsuf ‘alayhissalām mereka pun mengagungkan Nabi Yūsuf sehingga mereka potong jari-jari tangan mereka tanpa mereka sadari karena sangat tampannya Nabi Yūsuf.

Oleh karenanya anda tidak akan mampu mengkhayalkan tentang sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dan kita tetapkan sifat-sifat Allāh dengan mengatakan, “Berbeda dengan makhluk.” 

Kalau kita takwil, kita mengatakan misalnya yang dimaksud dengan tangan Allāh adalah kekuatan maka ini kelazimannya berbahaya.

Anda bayangkan, Allāh Subhānahu wa Ta’āla  mengatakan:

” Wahai iblīs apa yang mencegahmu sujud kepada Ādam yang aku ciptakan dengan dua tanganku?”

Maksudnya dengan kekuatan-Ku. 

Berarti Ādam tidak spesial karena semua makhluk Allāh ciptakan dengan kekuatan (Qudrah Allāh Subhānahu wa Ta’āla).

Kenapa Ādam ‘alayhissalām jadi spesial? Karena dia diciptakan dengan kedua tangan Allāh.

Kalau Allāh mengatakan, “Wahai iblīs, kenapa engkau tidak sujud kepada Ādam yang spesial yang aku ciptakan dengan kedua tanganku,” kalau kedua tangan kita artikan kekuatan, maka iblīs akan bisa membantah.

Iblīs akan membantah:

“Yā Allāh saya juga Engkau ciptakan dengan kekuatanmu. Apa bedanya saya dengan Ādam?” 

Oleh karenanya kita berimān bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki kedua tangan. Di antara sifat-sifat tangan Allāh, Allāh sebutkan dalam Al Qur’ān:

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

” Mereka tidak mengenal Allāh sebagaimana mestinya, pada hari kiamat kelak seluruh bumi akan berada dalam gengaman Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan langit-langit akan dilipat oleh tangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Maha Suci Allāh atas kesyirikan yang mereka sampaikan.” (QS  Az Zumar: 67)

Jadi kita yakini sifat-sifat Allāh tanpa menyamakan dengan makhluk dan ini merupakan aqidah salaf.

Kalau saya ingin nukilkan perkataan para salaf dari kalangan shahābat, saya akan nukilkan sebagian dan anda yakin bahwasanya ini adalah aqidah para salaf.

Contohnya: 

Perkataan Ibnu ‘Ummar 

Ibnu ‘Ummar, seorang shahābat, beliau berkata:

خلق الله أربعة أشياء بيده : العرش ، والقلم ، وآدم ، وجنة عدن ، ثم قال لسائر الخلق : كن فكان

“ Allāh menciptakan empat perkara dengan tangannya, ‘Arsy, Qalam, Ādam dan surga ‘Adn, adapun makhluk lain Allāh mengatakan, “Kun, fayakūn.”

Ini perkataan Ibnu ‘Ummar (shahābat) dia mengatakan sebagian makhluk dengan tangan Allāh. 

‘Abdullāh bin Mas’ūd 

Waktu beliau menafsirkan Ash Shamad, kata beliau Ash Shamad secara bahasa artinya pemimpin dan manusia juga ada yang jadi pemimpin.

Tapi menurut Abdullāh bin Mas’ūd Ash Shamad adalah pemimpin yang merupakan puncak dari kepemimpinan.

الصمد، هو السيد الذي قد انتهى سؤدده

Dia sebutkan maknanya pemimpin dalam bahasa Arab tapi kepemimpinan Allāh tidak sama dengan kepemimpinan makhluk (manusia) sehingga di akhirat kelak Allāh mengatakan:

لِّمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ ۖ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

” Sekarang kerajaan milik siapa?” Hanya milik Allāh yang Maha Esa dan Maha Kuasa._

(QS Al Ghâfir: 16)

Seluruh makhluk tatkala hari kiamat semua jabatannya ditanggalkan, semua dibangkitkan dalam kondisi telanjang, dalam kondisi tidak beralas kaki, pada hari kiamat kelak keluar dari kuburan mereka.

Maka Allāh bertanya, “Sekarang kerajaan milik siapa?”

Jadi Allāh Subhānahu wa Ta’āla  adalah raja (pemimpin) tetapi puncak kepemimpinan. 

Ini dalīl bahwasanya mereka menetapkan makna-makna dari sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla tapi mereka membedakan antara Allāh dengan makhluk.

Abū Aliyyah (seorang tabi’in) 

Dia berkata:

_Istawa’ ilas samā’_ 

Maksudnya, irtafā (di atas)

Contohnya: 

√ Mujahid rahimahullāh, muridnya Ibnu ‘Abbās, dia menafsirkan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla, istawa’ artinya “di atas”.

√ Ikhrima, maula Ibnu ‘Abbās (tabi’in juga) .

Waktu dia menafsirkan:

بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَان

” Bahkan kedua tangan Allāh terbentang.”

Kata dia, maksudnya dua tangan secara hakikat. Benar dua tangan, tapi tanpa membagaimanakan.

√ Atsar yang mashyur dari Imām Mālik bin Anna’s rahimahullāh gurunya Imām Syāfi’i.

Waktu ada seorang datang kepada Imām Mālik, dia berkata:

: يا مالك ! ( الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى ) كيف استوى؟

” Wahai Imām Mālik, Allāh berada di atas ‘Arsy, bagaimana istiwa’ Nya Allāh?”

Waktu itu Imām Mālik berkeringat karena kaget mendengar pertanyaan orang ini.

Maka Imām Mālik berkata:

الاستواء غير مجهول، والكيف غير معقول، والإيمان به واجب، والسؤال عنه بدعة، فإني أخاف أن تكون ضال

” Adapun istiwa’ Nya Allāh kita mengerti di atas, bagaimananya tidak bisa kita pikirkan dan berimān tentang hal tersebut adalah wajib dan bertanya tentang bagaimananya adalah perkara yang bid’ah, aku khawatir engkau telah tersesat.”_

Kemudian Imām Mālik memerintahkan untuk mengeluarkan orang yang bertanya ini.

Jadi ini kaidah penting!

Bersambung kebagian 12, In syā Allāh


BimbinganIslam.com
Rabu, 09 Sya’ban 1438 H / 06 mei 2017 M
Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 11 dari 13)