السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, ونتوب إليه وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لا نبي بعده

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

فإنّ احسن الكلام كلام الله وَخَيْرَ الْهدى هدى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَاتٍ بدعة وكلّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ وكلّ ضلالة في النار 

In syā Allāh pada kesempatan kali ini kita akan bersama-sama berusaha untuk mengambil faedah-faedah dari surat Al Kahfi.

Surat Al Kahfi adalah surat yang ke-18, yang disunnahkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bagi kita untuk membacanya setiap hari Jum’at.

Karena keutamaan membaca surat Al Kahfi banyak, di antaranya:

” Barangsiapa yang menghapal 10 ayat di awal surat Al Kahfi atau di akhir surat Al Kahfi, maka dia akan diselamatkan dari fitnah Dajjal.” 

Di antaranya juga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda dalam hadītsnya:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

” Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.”

(Hadīts riwayat An Nasāi’ dan Baihaqi, Syaikh Al bāniy rahimahullāh mengatakan bahwa hadīts ini shahīh sebagaimana dalam Shahīhul Jami’ nomor  6470)

Kata para ulamā, (maksudnya) adalah Allāh akan memberikan taufīq kepada dia seakan-akan ada cahaya baginya, sehingga dia terjauhkan dari dosa-dosa dan kemaksiatan antara satu Jum’at dengan Jum’at yang berikutnya.

Dalam hadīts yang lain juga kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَطَعَ لَهُ نُورٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إلَى عَنَانِ السَّمَاءِ يُضَيءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

” Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at maka akan keluar cahaya dari bawah kakinya sampai ke atas (langit) akan menerangi kelak pada hari kiamat.”

(Dari kitāb At Targhib wa Al Tarhib nomor 1/298)

Oleh karenanya surat Al Kahfi memiliki keutamaan yang bermanfaat bagi kita di dunia terlebih lagi di akhirat kelak.

Tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menganjurkan kita membaca surat Al Kahfi sepekan sekali, menunjukkan bahwa surat Al Kahfi adalah surat yang sangat penting.

Sehingga kita perlu mengetahui kandungan dari surat Al Kahfi.

Para ulamā telah menjelaskan bahwasanya dalam surat Al kahfi Allāh menyebutkan tentang kisah-kisah.

Ada 4 (empat)  kisah yang Allāh sebutkan dalam surat Al Kahfi ini, diantaranya:

Kisah Ashābul kahfi.

Para pemuda yang tinggal di dalam gua

Kisah dialog antara shahibul jannatain.

Seorang yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan dua kebun yang subur tetapi dia kufur dengan nikmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla tatkala dia berdialog dengan shahābatnya yang mu’min.

Kisah pertemuan antara Nabi Mūsā ‘alayhissalām dengan Nabi Khādir ‘alayhissalām.

Kisah Dzul’qarnain yang membuat bendungan untuk menghalangi keluarnya Ya’jūj dan Ma’jūj.

Semua kisah yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan di dalam Al Qurān ada faedahnya. Mustahil Allāh menyebutkan kisah tanpa memiliki faedah.

Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla berkata kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

فَٱقْصُصِ ٱلْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

” Maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”

(QS Al A’rāf: 176)

Perhatikan di sini! 

Allāh mengkaitkan antara kisah dengan berpikir, kenapa ?

Para ulamā menyebutkan:

” Barangsiapa semakin cerdas, maka dia akan semakin banyak mendapatkan faedah dari kisah-kisah tersebut.” 

Kisah di dalam Al Qurān bukanlah kisah fiktif, tetapi kisah yang mengandung faedah-faedah sehingga Allāh mengatakan:

لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

” Semoga mereka berpikir.”

Artinya semakin orang berpikir (memeras otak) untuk mengambil faedah-faedah maka dia akan semakin banyak mendapatkan faedah dari kisah-kisah tersebut.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

” Sungguh pada kisah-kisah mereka ada pelajaran bagi orang yang berfikir.”

(QS Yūsuf: 111)

Orang yang tidak berfikir tidak akan mendapatkan ibrah (pelajaran). Ini menantang kita untuk merenungkan tentang faedah-faedah dari kisah-kisah yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan dalam Al Qurān.

Dan di antara uslub Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam menyampaikan keimānan kepada hamba-hamba-Nya adalah dengan metode kisah.

Al Qurān memiliki banyak metode, seperti Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan tentang;

  • Masalah keimānan dalam Al Qurān
  • Masalah ‘aqidah
  • Masalah hari akhir
  • Masalah imān kepada Allāh, kepada malāikat. 

Semua Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan di dalam Al Qurān.

Demikian juga Allāh sebutkan tentang ahkam (hukum-hukum) di dalam Al Qurān. Bahkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan juga tentang adab-adab, di antaranya Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan tentang kisah-kisah (kisah dalam Al Qurān banyak).

Kisah merupakan metode yang jitu, karena metode yang digunakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla bukan kisah yang dibuat-buat tetapi kisah yang benar-benar terjadi. 

Tatkala Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyampaikan kisah seakan-akan itu merupakan praktek nyata dari dalīl.

Terkadang seorang ketika disampaikan dalīl dia kurang paham. Bagaimana aplikasinya? Bagaimana prakteknya ? Namun tatkala disampaikan dengan kisah, maka inilah praktek dari dalīl-dalīl yang ada.

Oleh karenanya pada kesempatan ini, kita akan menyampaikan kisah pertama yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan di dalam surat Al Kahfi, yaitu kisah “Ashābul Kahfi” (Kisah para pemuda yang tidur di dalam gua dalam waktu yang sangat lama).

Al Hafizh Ibnu Katsīr rahimahullāh dalam Tafsir-nya menyebutkan tentang sebab nuzul surat Al Kahfi.

Dari riwayat yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq beliau menyebutkan bahwasanya sebab nuzul dari surat Al Kahfi adalah karena ada orang-orang musyrikin yang mereka pergi menemui pendeta Yahūdi.

Orang-orang musyirikin selalu mencari kelemahan dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Mereka ingin membatalkan dakwah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan berbagai cara.

Orang-orang Quraisy bekerja sama dengan orang-orang Yahūdi dan diutuslah dua orang kaum Quraisy yaitu Uqbah bin Abi Muaith dan Nadzar bin Harits menemui para pendeta Yahūdi. Kemudian mereka berdua bermusyawarah dengan para pendeta Yahūdi tentang dakwah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Para pendeta Yahūdi memberikan masukan kepada mereka berdua. Pendeta Yahūdi memiliki pengetahuan tentang kisah-kisah masa lalu, berbeda dengan orang-orang musyrikin.

Orang-orang musyrikin tidak memiliki kitāb suci, sedangkan orang-orang Yahūdi memiliki Taurāt, mereka memiliki kisah para nabi yang menakjubkan.

Maka mereka (para pendeta Yahūdi) menyuruh orang-orang musyrikin Quraisy untuk memberikan 3 (tiga) pertanyaan kepada Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Apabila ketiga pertanyaan tersebut bisa dijawab oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) adalah utusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Akan tetapi apabila Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak bisa menjawab, maka beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) hanyalah seorang pendusta.

Diantara pertanyaan yang adalah: 

سلوه عن فتية ذهبوا في الدهر الأول ما كان من أمرهم, فإنهم قد كان لهم حديث عجب، وسلوه عن رجل طواف بلغ مشارق الأرض ومغاربها ما كان نبؤه، وسلوه عن الروح ما هو؟

Tanyakan tentang kisah para pemuda yang keluar dari masa lampau (di awal hari).

“ Bagaimana kisah mereka ? Sesungguhnya kisah mereka sangat menakjubkan.”

Tanyakan tentang seorang pengembara yang telah sampai pada Timur dan Barat bumi.

“ Bagaimana kabar lelaki itu ?” (Maksudnya tentang Dzul’qarnain)

Tanyakan tentang ruh. Siapa dia ?

Uqbah bin abi Muaith dan Nadzar bin Harits begitu gembira mendapatkan 3 (tiga) pertanyaan (teka-teki) yang diberikan oleh pendeta Yahūdi untuk ditanyakan kepada Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Kemudian mereka berdua pulang dan bertemu dengan para pembesar Quraisy. Kemudian orang-orang Quraisy datang menemui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan bertanya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan 3 (tiga) pertanyaan di atas.

Jika kita perhatikan, pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh para pendeta Yahūdi adalah pertanyaan yang tidak ingin dijawab (tidak bisa dijawab).

Mengapa?

Karena, apabila seseorang memberikan pertanyaan (teka-teki) seharusnya dia memberikan kunci jawaban, tetapi apabila pertanyaannya global (seperti):

” Tanyakan kepada Muhammad tentang para pemuda yang keluar di pagi hari? Perkara mereka menakjubkan.”

Ini terlalu global. Para pemuda yang keluar di pagi hari sangat banyak.

Apabila akan memberikan teka-teki maka (pertanyaan) harus jelas.

Misalnya: 

“Ada seorang pemuda pada tahun sekian, pada zaman nabi ini (misalnya),” ini mungkin bisa dijawab, karena jelas pertanyaannya.

Akan tetapi pertanyaannya yang diajukan pendeta Yahūdi terlalu global dan tidak jelas serta tujuannya agar Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Pertanyaan keduapun demikian, sangat global:

” Tanyakan kepada Muhammad (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) tentang seorang pengembara yang telah sampai pada Timur dan Barat bumi. Bagaimana kisah orang ini ?”

Namanya pengembara banyak, bajak lautpun sampai ke Timur dan Barat bumi.

Kemudian pertanyaan ketiga, tentang ruh.

Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam disebutkan dalam riwayat beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan:

” Saya akan kabarkan kepada kalian besok.” 

Ternyata Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak menurunkan surat kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sebagai jawaban.

Orang-orang Quraisy menunggu jawaban dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam selama 15 hari atau dua pekan kemudian turun surat Al Kahfi.

Ketika surat tersebut (Al Kahfi) belum turun orang-orang Quraisy mengejek Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Mereka mengatakan bahwa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah pendusta, seandainya beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) adalah seorang nabi seharusnya beliau tahu jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut.

Inilah sebab nuzul tentang turunnya surat Al Kahfi yang disebutkan oleh seluruh para ahli tafsir, meskipun dalam sanadnya masih dipermasalahkan.

Demikianlah kajian kita pada kesempatan kali ini.

وبالله التوفيق و الهداية

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Bersambung ke bagian 02, in syā Allāh


BimbinganIslam.com
Senin, 22 Dzulqa’dah 1438 H / 14 Agustus 2017 M
Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
Tafsir | Faedah Surat AlKahfi (Bagian 01 dari 09)