الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على فضله متنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن سار على نهجه الى يوم الدين. أما بعد :
Alhamdulillāh, ayyuhal ikhwāh filāh….
Kita bisa melanjutkan kembali kajian kita yaitu dosa besar yang membinasakan.
*◆ Yang keempat | Memakan Riba*
Dosa besar yang membinasakan yang keempat adalah memakan riba.
Bahasa “memakan” itu bukan hanya berlaku untuk sesuatu yang bisa dimakan, tetapi apapun bentuk pemanfaatan harta riba bahasa arabnya “memakan”.
Misalnya:
“Wah, orang ini kerjanya memakan hartanya orang,” padahal harta yang dimaksud adalah mobil, masa mobil mau dimakan?
Tetapi maksudnya mobil itu didapat dengan cara riba (umpamanya) atau dia bisa membeli rumah dari harta riba, maka itu adalah bentuk memakan juga walau rumah tidak bisa untuk dimakan.
Jadi “memakan” itu istilah, maksudnya adalah semua bentuk pemanfaatan untuk kepentingan pribadi atau keluarganya yang diambil dari cara-cara ribawi.
Riba ini termasuk dosa yang membinasakan.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
” Allāh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allāh tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekāfiran dan bergelimang dosa.” (QS Al Baqarah: 276)
Allāh menghapus berkahnya riba, tidak ada berkahnya riba. Riba itu menantang perang dengan Allāh.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
” Jika kamu tidak melaksanakannya (berhenti dari riba), maka umumkanlah perang dari Allāh dan Rasūl-Nya.” (QS Al Baqarah: 279)
Riba itu berat, berat dosanya.
Riba itu ada 2 macam, yaitu:
⑴ Riba yang berkaitan dengan waktu (waktu yang diulur-ulur).
⇒ Hutang sudah jatuh tempo tetapi tidak bisa membayar, lalu diberi perpanjangan waktu tetapi bertambah hutangnya, ini adalah riba.
⑵ Riba Fadhl yang berupa selisih walaupun tidak pakai tempo.
⇒ Kurma dibarter dengan kurma, dua-duanya namanya kurma walaupun jenisnya beda tetapi namanya sama.
Kurma Ajwa dengan kurma Iraq (misalnya), dibarter 1 kg kurma Ajwa dengan kurma Iraq 10 kg, ini adalah riba, walaupun dibayar cash tidak pakai tempo.
⇒ Emas 22 karat dibarter dengan emas 24 karat, tetapi yang 22 karat lebih banyak (lebih berat daripada yang 24 karat), maka ini adalah riba walaupun cash tidak pakai tempo.
Itu adalah bentuk-bentuk riba dan bentuk riba yang sering terjadi hari ini adalah ziyyadah (tambahan).
زيادة مسروقة على رأس المال بغير وجه شرعي
“ Tambahan yang dipersyaratkan (berarti diawal akad) terhadap modal (modal sekian tapi ditambah sekian apabila akan dilunasi) tidak dengan cara syar’i.”
Misalnya:
Seseorang memberi pinjaman, baik uang atau barang, (maksudnya) utang. Kalau pinjam dalam pengertian yang sebenarnya maka barangnya adalah barang itu, saat kembali ya barang itu lagi.
Tapi kalau uang kan tidak mungkin seperti itu. Yang namanya orang pinjam uang, ketika dipinjamkan (diserahkan) uang satu juta terdiri dari 10 lembar uang seratus ribuan dan masing-masing uang ada nomor serinya.
Kalau namanya pinjam yang sebenarnya, ketika mengembalikan uang tersebut harus dikembalikan dengan nomor seri yang sama.
Adakah yang meminjam seperti itu?
Jadi kalau mengembalikan dalam bentuk lain tapi nilainya sama maka itu namanya berhutang, kita harus tahu istilah syar’i.
Bank bilang ini namanya wadi’ah. Kok enak betul namanya wadi’ah. Yang dimaksud dengan wa’diah itu adalah titip.
Ibarat wadi’ah dengan ciri-ciri seperti ini saya titipkan ke bank, misalnya, “Bank, saya titip laptop,” maka ketika saya ambil masih seperti ini laptopnya. Tapi kalau uang, antum masukan uang, lalu antum ambilnya di ATM tidak mungkin uangnya sama kan?
Nilainya sama tetapi uangnya berbeda.
Jadi yang dikembalikan adalah nilai yang setara dan ini bukan wadiah tetapi ini namanya qard yaitu memberikan pinjaman.
Jadi hakekatnya kita menabung di bank itu, kita memberikan pinjaman kepada bank, bukan kita titip uang ke bank.
Kalau kita titip uang ke bank caranya dibungkus uang tersebut lalu masukan ke loker dibank, dan antum mengambil hanya di loker itu dan tidak boleh mengambil di ATM. Uangnya ya uang itu tidak berubah, tidak diapa-apakan oleh bank.
Tetapi mana ada bank yang mau seperti itu? Berarti hakikatnya menabung dibank adalah bukan wadi’ah tetap qard. Definisi qard itu adalah:
دفع مال إرفاقا لمن ينتفع به ويرد بدله (كشاف القناع عن متن الإقناع، باب القرض)
“ Menyerahkan harta dengan kesepakatan bagi yang memanfaatkannya, kemudian dia kembalikan kain yang senilai dengan itu.”
(Kitab Kasysyāfu AlQinā’, matan AlIqnā’ bab Al Qard)
Menyerahkan harta (bisa uang atau barang), memberi pinjaman. Misalnya kain polos, kemudian disablon dan dijahitkan sampai jadi pakaian lalu dijual. Kemudian dia kembalikan kain yang senilai dengan itu tidak boleh lebih, misalnya lebih panjang. Lebihnya ini bila dipersyaratkan diawal akad maka ini menjadi riba tanpa alasan yang syari’. Ini jadi riba.
Alasan syari’ contohnya adalah jual beli, kalau jual beli boleh lebih.
Ini saya jual dengan harga sekian, tapi kalau mengutangi, utang itu adalah segala sesuatu yang ditanggung si penghutang (penerima hutang) dia berkewajiban mengembalikan hutang dalam kondisi apapun. Mau uangnya dicuri orang setelah itu, mau basah atau rusak atau terbakar dia tetap harus mengembalikan dengan yang senilai dengannya. Itu namanya hutang.
Makanya bila memberi hutang jangan mengambil untung. Jangan mempersyaratkan adanya tambahan, apapun bentuk tambahannya. Baik tambahan yang sejenis maupun tambahan yang berupa manfaat.
Contohnya manfaat misalnya:
Si A memberi pinjaman kepada si B uang satu juta. Kemudian A dan B ini tidak biasa bermuamalah, sebelumnya bukan teman akrab atau teman yang biasa saling tolong menolong.
Begitu mendapatkan hutang dari si A kemudian si B memberikan tawaran kepada si A, misalnya, “Ayo A saya boncengkan pulang kerumah.” Boncengannya ini itu manfaat, tidak boleh kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Ada sebuah hadīts yang dinyatakan sebagai hadīts hasan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah:
” Siapa yang mengutangi saudaranya kemudian saudaranya ini menawari boncengan kepadanya maka jangan mau dia membonceng karena itu riba.”
Ada indikasi kuat bahwa ajakan itu gara-gara dia mendapatkan pinjaman.
Tapi bila tidak ada indikasi kuat sama maka tidak apa-apa.
Jadi intinya jangan karena itu, gara-gara dia diberi pinjaman.
Kalau ketika dia telah melunasi hutang maka tidak apa-apa. Akan tetapi bila hutangnya belum lunas maka janganlah menerima manfaat-manfaat dari si peminjam uang. Kecuali sebelumnya sudah biasa dia melakukan hal tersebut.
Tetapi bila hal itu baru dia lakukan ketika dia mendapatkan pinjaman maka jangan. Kata Rasūlullāh itu merupakan riba.
Kalau dia memberikan manfaat ketika melunasi hutangnya maka tidak apa-apa. Baik manfaat itu sejenis dengan menambahkan nominal uang yang dibayarkan atau dengan memberikan fasilitas hadiah atau apapun, asalkan tidak ada syarat sebelumnya. Dan itu dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Suatu ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah berhutang seekor unta berusia 4 tahun kepada seorang Arab baduy dengan tempo sekian. Ketika belum jatuh tempo orang arab baduy itu menagih. Akhirnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyuruh shahābat mencarikan unta yang seumuran dengan unta milik Arab baduy tersebut. Setelah shahābat mencari ternyata tidak ada unta yang seumuran dengan milik Arab baduy tersebut, yang ada unta yang berumur 5 tahun dan tentunya lebih mahal harganya.
Akhirnya unta yang berusia 5 tahun tersebut diberikan kepada Arab baduy.
” Yang paling baik adalah yang paling baik saat melunasi hutangnya, dan aku adalah orang yang paling baik saat melunasi hutang.”
Kalau saat melunasi tidak apa-apa, sebelum lunas jangan terima manfaat apa-apa.
Apabila orang menabung di bank kemudiap dapat parcel, riba atau riba?
Menabung itu kita memberi hutang kepada bank. Jadi kalau kita menerima parcel, atau mendapatkan undian berhadiah itu termasuk riba, karena itu manfaat yang diberikan oleh bank kepada orang-orang yang menabung agar makin banyak orang menabung di bank.
Jadi hati-hati dengan riba!
Kalau tetap dikasih bagaimana ustadz?
Ya sudah diwaqafkan saja tetapi jangan berharap dapat pahala.
Seperti antum mau kemanakan ini bunga bank. Orang mendapatkan bunga bank jutaan, mau dikemanakan bunga bank tersebut?
Jangan dipakai untuk kepentingan pribadi.
Bunga bank bisa digunakan untuk membangun WC umum, buat mengaspal jalanan, buat renovasi fasilitas umum dan jangan berharap dapat pahala. Kalau yang bersangkutan berharap dapat pahala, maka bid’ah, karena Allāh tidak mengajari seseorang untuk beramal shālih dengan cara seperti itu. Niatkan berlepas diri dari harta haram.
Niatnya hanya melepaskan diri dari harta haram.
Wallāhu Ta’āla A’lam
صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
BimbinganIslam.com
Rabu, 24 Dzulhijjah 1438 H / 15 September 2017 M
Ustadz Dr. Sofyan Baswedan, Lc MA
Safari Dakwah | Tujuh Dosa Yang Membinasakan (Bagian 05 dari 06)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.
MEDIA DAKWAH: Buletin Euromoslim Terbit Setiap Jum’at
Euromoslim Amsterdam
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 17 november 2017 / 28 shafar 1439
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org