السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-17 dalam mengkaji kitāb:
بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار
(Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.
Dan kita sudah sampai pada hadīts ke-16, hadīts dari Abū Sirmah radhiyallāhu ta’āla ‘anhu, bahwa dia mengatakan.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ ضَارَّ ضَارَّ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ شَاقَّ شَاقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ
“ Barangsiapa menimbulkan kemudharatan kepada orang lain, maka Allāh akan menimbulkan kemudharatan bagi dirinya. Dan barangsiapa mempersulit urusan orang lain maka Allāh akan mempersulit urusan dirinya.” (Hadīts riwayat At Tirmidzī dan Ibnu Mājah)
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini mencakup dua azas, di antara azas-azas yang ada di dalam syari’at Islām.
أن الجزاء من جنس العمل في الخير والشر
⑴ Bahwasanya balasan suatu perbuatan sesuai dengan jenis perbuatan tersebut, baik dalam hal yang sifatnya kebaikan maupun yang sifatnya keburukan.
Oleh karena itu sebagaimana orang yang dia melakukan suatu amalan yang dicintai oleh Allāh, maka Allāh akan mencintainya.
Dan barangsiapa yang memudahkan urusan seorang muslim maka Allāh akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat, maka begitu juga seorang yang dia menimpakan kemudharatan kepada seorang muslim yang lain, maka Allāh pun akan menimbulkan (menimpakan) kemudharatan kepada dirinya.
Begitu pula orang yang dia mempersulit urusan orang lain, maka Allāh pun akan mempersulit urusan dirinya, karena balasan atas suatu perbuatan sesuai dengan perbuatan yang dia lakukan.
منع الضرر والمضارة
⑵ Larangan untuk menimbulkan kemudharatan atau melakukan sesuatu yang memudharatkan dirinya sendiri.
Sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda dalam hadīts lain.
Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda:
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
“ Tidak boleh seorang berbuat kenudharatan dan tidak pula dia menimbulkan kemudharat kepada orang lain.”
Kemudian beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dharar itu tidak terlepas dari salah satu dari dua bentuk.
Dua bentuk tersebut, di antaranya:
⑴ Dharar yang sifatnya menghilangkan kemaslahatan yang ada (manfaat yang ada), maka dia dikatakan dharar (berbuat dharar) ketika dia menghilangkan suatu kemaslahatan yang sudah ada.
⑵ Menimbulkan suatu kerusakan, apapun caranya dia menimbulkan kerusakan tersebut.
⇒ Kedua bentuk dharar ini sama-sama dilarang.
Kemudian Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh mencontohkan berbagai macam perbuatan yang termasuk dalam kategori menimbulkan kemudharatan.
Di antaranya beliau sebutkan,
- Pertama dalam hal muamalah, bermuamalah terhadap sesama manusia, maka kemudharatan terjadi (timbul) kepada kecurangan di dalam bermuamalah atau menyembunyikan cacat pada barang yang dibeli.
Begitu juga dia membuat penawaran yang palsu untuk menaikan harga atau juga dengan cara membeli sesuatu yang sedang ditawar oleh orang lain. Maka ini merupakan bentuk kemudharatan yang semua ini dilarang di dalam hal muamalah.
- Di antara bentuk kemudharatan juga, terjadi di dalam lingkungan bertetangga dengan bentuk ucapan atau perbuatan, maka semua yang menimbulkan kemudharatan menghilangkan maslahat atau manfaat yang dimiliki oleh tetangganya atau dia menimbulkan kerusakan pada sesuatu yang dimiliki tetangganya maka itu merupakan perkara yang haram dilakukan, karena itu termasuk dalam kategori menimbulkan kemudharatan.
- Juga dicontohkan di sini juga dalam masalah tentang hutang piutang, ketika seorang berhutang kemudian dia memiliki harta untuk membayar hutangnya tapi tidak dia gunakan untuk membayar hutang, tetapi malah dia belanjakan untuk hal yang lain, semisal dia bersedekah.
Padahal dia mempunyai kewajiban untuk membayar hutang, maka yang seperti ini termasuk orang yang menimbulkan kemudharatan kepada orang yang sudah memberikan hutang kepadanya. Dan itu dilarang.
- Kemudian di antara contoh dharar juga adalah pada kehidupan rumah tangga, seperti seorang suami yang dia sengaja untuk membiarkan istrinya berada di dalam ikatan rumah tangga bersamanya, padahal tidak bisa lagi terjadi maslahat di antara keduanya (tidak ada ketentraman) dengan tujuan supaya istrinya yang minta supaya diceraikan dengan mengembalikan mahar. Ini termasuk seorang suami yang melakukan kemudharatan kepada istrinya dan itu dilarang.
- Atau seorang yang dia punya dua istri, kemudian dia tidak berbuat adil kepada salah seorang istrinya maka ini juga termasuk kemudharatan yang dilarang, yang dampaknya Allāh akan menimpakan kepada dirinya kemudharatan pula.
- Dan diantara contoh lagi adalah seorang yang dia ditimpa penyakit yang menular, maka tidak boleh dia bergaul dengan bebasnya dikerumunan orang kalau dia memiliki penyakit yang sangat menular (mudah untuk menular) karena ini termasuk menimbulkan kemudharatan.
Sedangkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al Ahzāb
وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا
“ Orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan orang-orang mukminat dengan sesuatu yang tidak mereka perbuat maka mereka telah melakukan kedustaan dan dosa yang jelas.” (QS. Al-Ahzāb: 58)
- Begitu juga Islām melarang orang untuk mengagetkan saudaranya yang sekira itu bisa membahayakan saudaranya tersebut meskipun dalam rangka bercanda, karena itu bisa menimbulkan kemudharatan bagi dirinya. Maka semua itu bentuk kemudharatan yang dilarang oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla .
Maka barangsiapa melakukan hal-hal tersebut maka balasan yang akan diterima adalah Allāh akan menjadikan kemudharatan tersebut ada pada dirinya juga atau kemudharatan akan menimpa dirinya juga. Sebagaimana dia menimpakan kemudharatan kepada orang lain.
Yang terakhir yang beliau sampaikan di sini bahwa dari konteks hadīts ini bisa kita pahami bahwasanya kalau seorang menimpakan kemudharatan kepada orang lain, maka Allāh akan menimpakan kemudharatan kepada dirinya.
Maka sebaliknya apabila seorang dia berupaya untuk menghilangkan kemudharatan dari orang lain atau membantu orang lain terlepas dari suatu kemudharatan dan kesulitan maka balasannya Allāh akan bantu dia pula dari kesulitan atau kemudharatan yang sedang menimpa dirinya.
الجزاء من جنس العمل
“ Balasan suatu perbuatan sesuai dengan jenis perbuatan yang dia lakukan.”
Demikian penjelasan yang beliau sampaikan berkenaan dengan hadīts ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
〰〰〰〰〰〰〰
? BimbinganIslam.com
Selasa, 15 Muharram 1440 H / 25 September 2018 M
? Ustadz Riki Kaptamto Lc
? Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār
? Halaqah 017 | Hadits 17
〰〰〰〰〰〰〰
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Álaihi Wasallam, segenap keluarga dan para sahabatnya.
MEDIA DAKWAH: Buletin Euromoslim Terbit Setiap Jum’at
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 14 september 2018 / 04 moharam 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org