Sabda Nabi ﷺ:
إذا أَكَلَ أحدُكُم فليأكلْ بيمينِهِ، وإذا شرِبَ فليشربْ بيمينِهِ
“Jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya.”
Jumhur ulama (Fuqaha dari empat madzhab) berpendapat bahwa makan dengan tangan kanan hukumnya mustahab (dianjurkan) dan bukan wajib, karena mereka mempunyai kaidah bahwa apa-apa yang terkait dengan adab itu menunjukkan istihbaab (anjuran). Sehingga mereka mengatakan bahwa ini adalah perkara adab, dan perintah dalam perkara adab itu menunjukkan istihbaab, (dengan alasan) bahwa mashlahatnya kembali kepada orang itu sendiri.
Sebagian ulama (yang lain) berpendapat bahwa hukum makan dengan tangan kanan itu wajib, karena asal dari setiap perintah yang mutlaq itu untuk suatu kewajiban, dan tidak ada dalil yang mengkhususkan masalah adab dari masalah-masalah yang lainnya, dan inilah pendapat yang kuat. Semua perintah baik dalam Al-Qur-an maupun hadits itu menunjukkan kewajiban, entah dalam perkara adab maupun perkara yang lainnya, dan itulah pendapat yang kuat yang nampak bagi saya, yaitu bahwasanya makan dengan tangan kanan itu hukumnya wajib.
Alasan pertama: karena bentuknya perintah.
Alasan yang kedua: karena Nabi ﷺ bersabda:
إذا أَكَلَ أحدُكُم فليأكلْ بيمينِهِ، وإذا شرِبَ فليشربْ بيمينِهِ، فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بشمالِهِ ويشربُ بشمالِهِ
“Jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (Muslim: 2020)
Baik, kita diperintahkan untuk menyelisihi orang kafir, lalu bagaimana pula dengan pimpinan mereka, yaitu syaitan?
Jadi hadits ini menunjukkan pada wajibnya makan dengan tangan kanan dari dua sisi; sisi pertama, itu merupakan perintah yang tidak ada (dalil lain) yang memalingkannya. Sisi kedua, akhir hadits menunjukkan pada kewajibannya, yaitu keterangan bahwa syaitan makan dan minum dengan tangan kirinya.
Hanya saja maksud (dari pembicaraan) di sini adalah bahwasanya Jumhur Ulama berpendapat hadits ini tidak menujukkan kewajiban, karena mereka memiliki kaidah ushuliyyah (kaedah pokok) bahwa setiap hal dalam perkara adab itu menunjukkan pada istihbab. Tentunya Jumhur di sini tidak menginginkan untuk menyelisihi hadits, hanya saja begitulah kaidah ushuliyyah yang telah tetap bagi mereka berdasarkan penelitian ilmiah yang mereka lakukan, meskipun pendapat ini adalah pendapat yang marjuh (lemah) bagi kami.
Diterjemahkan dari video Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar-Ruhaili حفظه الله
Link video: https://www.youtube.com/watch?v=q0JUJ3fqA0M
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 2 April 2018 / 16 Rajab 1439
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org