JENIS-JENIS MANASIK HAJI
Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu:
- Ifrod
Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya berihrom untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh,maka seorang yang memilih jenis manasik ini harus berniat untuk haji saja, kemudian pergi ke Makkah dan berthowaf qudum, apabila telah berthowaf maka dia tetap berpakaian ihrom dan dalam keadaan muhrim sampai hari nahar (tanggal 10 dzul hijah dan tidak dibebani hadyu (sembelihan), serta tidak ber sa’i kecuali sekali dan umrohnya dapat dilakukan pada perjalanan yang lainnya.
Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:
- Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap diMakkah sampai haji.
- Berumroh sebelum bulan-bulan haji, kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunakann ibadah haji.
2. Tamattu’
Tamattu’ adalah berihrom untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihrom untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena itu setelah thawaf dan sa’i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzul hijjah berihram untuk haji.
- Qiran
Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelihan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
PANDUAN PRAKTIS HAJI TAMATTU’
- Melaksanakan ibadah umrah di bulan haji (dengan cara yg sudah dijelaskan pada artikel bagian 1)
- Menunggu hari 8 Dzul Hijjah untuk masuk manasik haji, berikut rinciannya:
HARI TARWIYAH
(Amalan Tanggal 8 Dzul Hijjah)
- Mengenakan pakaian ihram di dalam penginapan
- Berdiri menghadap kiblat lalu mengucapkan:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ حَجًّا
LABBAIKALLOOHUMMA HAJJAN
Artinya: “Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, dengan menunaikan ibadah haji”
Kemudian ucapkan apa yang diucapkan Rasulullah:
اللَّهُمَّ هَذِهِ حَجَّةٌ لَا رِيَاءَ فِيْهَا وَلَا سُمْعَةَ
ALLOOHUMMA HAADZIHII HAJJATUN, LAA RIYAA-A FIIHAA WA LAA SUM’AH
“Ya Allah inilah ibadah haji yang tidak ada riya’ padanya dan tidak pula sum’ah”
- Setelah berihram untuk haji, maka perbanyak membaca Talbiyah
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ.لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.إِنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكُ.لاَ شَرِيْكَ لَكَ
LABBAIKALLOOHUMMA LABBAIK. LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA LABBAIK. INNALHAMDA WANNI’MATA, LAKA WAL MULK, LAA SYARIIKA LAK
(Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
- Setelah matahari terbit, berangkatlah ke Mina sambil terus membaca talbiyah.
- Selama anda di mina shalatlah pada waktunya dengan qashar.
- Mabitlah/menginaplah di Mina hingga masuk waktu subuh, lalu shalat subuh seperti biasa.
- Selama di mina pada hari ini, dianjurkan untuk memperbanyak talbiyah dan dzikir kepada Allah.
HARI ARAFAH
(Amlaan Tanggal 9 Dzulhijjah)
- Sesudah shalat Shubuh di Mina dan setelah matahari terbit, bertolak menuju Arafah sambal mengeraskan talbiyah dan takbir.
- Pada hari Arafah, yang disunnahkan bagi jama’ah haji adalah tidak berpuasa sebagaimana contoh dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan beliau minum susu segar. Makruh bagi jama’ah haji berpuasa di hari arafah.
- Jika memungkinkan, sebelum wukuf di Arafah, turun sebentar di masjid Namirah hingga masuk waktu Zhuhur untuk mendengarkan khutbah Imam sebelum shalat, kemudian mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar berjamaah, dijama’taqdim dan qashar.
- Setelah shalat, memasuki padang Arafah untuk melaksanakan wukuf.
- Ketika wukuf, berupaya semaksimal mungkin untuk berkonsentrasi dalam do’a, dzikir dan merendahkan diri kepada Allah.
- Menghadap ke arah kiblat ketika berdo’a sambil mengangkat kedua tangan dengan penuh kekhusyu’an. (silahkan menghafal doá2 pada PDF Kumpulan doá yang sudah dibagikan)
- Tidak keluar meninggalkan Arafah kecuali setelah matahari tenggelam, dan pastikan anda wukuf di arafah.
- Setelah matahari terbenam, bertolak menuju Muzdalifah dengan penuh ketenangan.
- Sampai di Muzdalifah, lakukan terlebih dahulu shalat Maghrib dan Isya’ dengan dijamak dan diqashar (shalat Maghrib 3 rakaat, sedangkan shalat Isya’ 2 raka’at) dengan satu adzan dan dua iqamah.
- Mabit di Muzdalifah dilakukan hingga terbit fajar, kemuidan berdoá menghadap kiblat, bertahmid, takbir, tahlil hingga langit terang.
- Adapun bagi kaum lemah dan para wanita dibolehkan untuk berangkat ke Mina setelah pertengahan malam.
HARI NAHR ATAU IDUL ADHA
(Tanggal 10 Dzulhijjah)
- Setelah langit terang, berangkat menuju Mina sebelum matahari terbit dengan penuh ketenangan sambil bertalbiyah/ bertakbir.
- Menyiapkan batu untuk melempar jumroh yang diambil dari Muzdalifah atau dari Mina.
- Melempar jumroh ‘aqobah dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.
- Ketika melempar jumrah aqabah, jadikan Makkah di posisi kira dan Mina di posisi kanan.
- Harus yakin bahwa lemparan masuk ke sumur penampungan batu, tidak harus kena badan Jumrah di tengah kubangan.
- Waktu melempar adalah sejak matahari terbit hingga terbenam dan berkelanjutan sampai malam hari
- Orang yg lemah boleh diwakilkan jika kahwatir keselamatan dirinya, namun yang mewakili harus melakukannya terlebih dahulu untuk dirinya sendiri.
- Setelah melempar jumroh ‘Aqobah berhenti bertalbiyah.
- Bagi yang berhaji tamattu’ dan qiran, menyembelih hadyu setelah itu (bisa juga dilakuakan di hari Tasyriq, boleh juga diwakilkan). Yang tidak mampu menyembelih hadyu, maka diwajibkan berpuasa selama 10 hari: 3 hari pada masa haji dan 7 hari setelah kembali ke kampung halaman. Puasa pada tiga hari saat masa haji boleh dilakukan pada hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
- Mencukur rambut atau memendekkannya. Namun mencukur (gundul) itu lebih utama. Bagi wanita, cukup menggunting rambutnya sepanjang satu ruas jari.
- Jika telah melempar jumroh dan mencukur rambut, maka berarti telah tahallul awwal. Ketika itu, halal segala larangan ihram kecuali yang berkaitan dengan wanita. Setelah tahallul awwal boleh memakai pakaian bebas.
- Menuju Makkah dan melaksanakan thawaf ifadhoh.
- Melaksanakan sa’i haji antara Shafa dan Marwah bagi haji tamattu’ dan bagi haji qiron dan ifrod yang belum melaksanakan sa’i haji. Namun jika sa’i haji telah dilaksanakan setelah thawaf qudum, maka tidak perlu lagi melakukan sa’i setelah thawaf ifadhoh.
- Thawaf dan Saí ini boleh diundur dan dikerjakan di hari Tasyriq.
- Dengan selesai thawaf ifadhoh berarti telah bertahallul secara sempurna (tahalluts tsani) dan dibolehkan melaksanakan segala larangan ihram termasuk jima’ (hubungan intim dengan istri).
- Kembalilah ke Mina untuk mabit di sana untuk melempar jumrah esok harinya.
HARI TASYRIK
(Tanggal 11 Dzulhijjah)
- Mabit di Mina pada sebagian besar malam.
- Menjaga shalat lima waktu dengan diqashar (bagi shalat yang empat raka’at) dan dikerjakan di waktunya masing-masing (tanpa dijamak).
- Memperbanyak takbir pada setiap kondisi dan waktu.
- Melempar jumroh yang tiga setelah matahari tergelincir, mulai dari jumroh ula (shugro), jumroh wustho, dan jumroh kubro (aqobah).
- Melempar setiap jumroh dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.
- Termasuk yang disunnahkan ketika melempar adalah menjadikan posisi Makkah berada di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan.
- Setelah melempar jumroh ula dan wustho disunnahkan untuk berdoa dengan menghadap ke arah kiblat. Namun, setelah melempar jumroh aqobah tidak disunnahkan untuk berdo’a.
- Kembali mabit di Mina.
HARI TASYRIK
(Tanggal 12 Dzulhijjah)
Melakukan amalan seperti hari ke-11.
Jika selesai melempar ketiga jumroh lalu ingin pulang ke negerinya, maka dibolehkan, namun harus keluar Mina sebelum matahari tenggelam. Kemudian setelah itu melakukan thawaf wada’. Keluar dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah disebut nafar awwal.
Bagi yang ingin menetap sampai tanggal 13 Dzulhijjah, berarti di malamnya ia melakukan mabit seperti hari sebelumnya.
HARI TASYRIK
(Tanggal 13 Dzulhijjah)
Melakukan amalan seperti hari ke-11 dan ke-12.
Setelah melempar jumroh sesudah matahari tergelincir, kemudian bertolak meninggalkan Mina. Ini dinamakan nafar tsani.
Jika hendak kembali ke negeri asal, maka lakukanlah thawaf wada’ untuk meninggalkan Baitullah. Bagi wanita haidh dan nifas, mereka diberi keringanan tidak melakukan thawaf wada’.
THAWAF WADA’
Thawaf wada’ dilakukan tujuh putaran dg berpakaian biasa dalam keadaan berwudhu. Sesudah thawaf ini, shalaltlah 2 rakaát di Maqam Ibarahim.
Thawaf wada’ adalah manasik terakhir setelah manasik lainnya selesai dan dilakukan ketika seseorang akan meninggalkan tanah haram.
TEMPAT-TEMPAT YANG DISUNNAHKAN UNTUK DIZIARAHI
- Masjid Nabawi
- Makam Nabi
- Perkuburan Baqi’
- Kuburan syuhada’ Uhud
Doa masuk perkuburan:
السَّلَامُ عَلىَ أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُوْنَ
ASSALÂMU ‘ALÂ AHLID DIYÂR MINAL MU’MINÎNA WAL MUSLIMÎN YARHAMUKUMULLÂHUL-MUSTAQDIMÎN MINNÂ WAL MUSTA’KHIRÎN, WA INNÂ INSYÂ-ALLÂHU BIKUM LALÂHIQÛN
“Keselamatan untuk kalian penghuni kubur, dari para mu’minin, dan muslimin. Semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya kepada mereka yang telah mendahului kita dan orang-orang kita dahului. Insya Allah, kami akan menyusul kalian.”
- Masjid Quba’
Keutamaan Masjid Nabawi Dan Shalat Di Dalamnya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menyatakan bahwa hadits ini bersambung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَمَسْجِدِ اْلأَقْصَى.
“Tidak boleh mengadakan perjalanan kecuali ke tiga masjid; Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.”
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هٰذَا، خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ، إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.’”
Dari ‘Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ.
“Di antara rumahku dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman Surga.”
Adab-Adab Mengunjungi Masjid Nabawi Yang Mulia Dan Kuburan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Mulia
Keutamaan yang khusus dimiliki oleh Masjid Nabawi yang mulia, Masjidil Haram dan Masjid Aqsha adalah kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk tiga masjid ini dan kelebihan shalat di dalamnya daripada shalat di tempat lain. Barangsiapa yang datang mengunjungi Masjid Nabawi hendaknya datang untuk mendapatkan pahala dan memenuhi panggilan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganjurkan untuk mengunjungi dan menziarahi Masjid Nabawi.
Tidak ada adab-adab yang dikhususkan untuk tiga masjid ini dari masjid-masjid yang lain, kecuali kerancuan yang bisa saja terjadi pada sebagian manusia, akhirnya mereka menetapkan adab-adab khusus untuk Masjid Nabawi. Kerancuan ini tidak akan pernah terjadi seandainya kubur Rasulullah yang mulia tidak di dalam masjid.
Agar urusan ini menjadi jelas bagi kaum muslimin apabila ia datang ke Madinah dan ingin mengunjungi Masjid Nabawi, kami akan membawakan adab-adab menziarahi masjid ini:
- Apabila ia masuk hendaknya ia masuk dengan kaki kanan kemudian membaca:
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Ya Allah, semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad. Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku,”
Atau membaca:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya Yang Mahamulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang terkutuk.”
- Shalat Tahiyatul Masjid dua raka’at sebelum duduk.
- Hendaknya menghindari shalat ke arah kuburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dan menghadap ke kuburan tersebut ketika berdo’a.
- Kemudian menuju kuburan Nabi yang mulia untuk memberi salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hendaknya ia menghindari meletakkan tangan di atas dada, menganggukkan (menundukkan) kepala, merendahkan diri yang tidak pantas dilakukan kecuali kepada Allah saja dan beristigatsah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hendaknya ia memberi salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan selalu tercurahkan kepadamu wahai Rasulullah, begitu pula rahmat dan keberkahan dari Allah.”
Kemudian memberi salam kepada dua Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Abu Bakar :
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا أَبَا بَكْرٍ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan selalu tercurahkan kepadamu wahai Abu Bakar, begitu pula rahmat dan keberkahan dari Allah.”
dan ‘Umar dengan salam yang sama:
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا عُمَرُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan selalu tercurahkan kepadamu wahai Umar, begitu pula rahmat dan keberkahan dari Allah.”
- Bukan adab yang baik mengangkat suara di masjid atau di dekat kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Hendaknya ia bersuara dengan suara yang rendah, karena sopan santun terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah wafat sama dengan sopan santun ketika beliau hidup.
- Hendaknya ia selalu menjaga shalat berjama’ah di shaf yang pertama, karena keutamaannya yang banyak dan pahalanya yang besar.
- Hendaknya semangat untuk shalat di Raudhah tidak membuatnya terlambat mendapatkan shaf pertama. Tidak ada keutamaan yang membedakan antara shalat di Raudhah dengan shalat di seluruh bagian masjid.
- Tidak termasuk Sunnah, menjaga (melaksanakan) shalat empat puluh raka’at (shalat arba’in) berturut-turut di masjid Nabawi dengan dasar hadits yang masyhur diucapkan orang dari mulut ke mulut:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَا مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِىءَ مِنَ النِّفَاقِ.
“Barangsiapa yang shalat di masjidku empat puluh shalat, ia tidak pernah ketinggalan satu shalat pun, maka ia akan dicatat jauh dari api Neraka, selamat dari adzab dan jauh dari kemunafikan.”
Hadits ini dha’if, tidak shahih!!
- Tidak disyari’atkan memperbanyak kunjungan ke makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun salam akan disampaikan kepada beliau dimanapun orang yang menyalami itu berada. Walaupun ia berada di ujung dunia, ia dan orang yang di depan kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama-sama mendapat pahala memberi salam dan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Jika ia keluar dari masjid, tidak perlu berjalan mundur, hendaknya ia keluar dengan kaki kiri dan membaca:
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ.
“Ya Allah, curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu berupa karunia-Mu”
Kesalahan terkait ziarah ke masjid Nabawi
- Sengaja ke Madinah hanya untuk ziarah ke makam Nabi
- Mandahulukan ziarah ke makam Nabi sebelum shalat di masjid Nabawi
- Berdiri di hadapan makam Nabi dengan penuh khusyu’ dan sambal sedekap seperti ketika shalat.
- Sengaja mendatangi kemudian berdoá di makam beliau dengan keyakinan do’anya pasti dikabulkan
- Bertawassul dg perantara Nabi sewaktu berdoá
- Memohon istighatsah dan syafa’at atau yang semisalnya kepada beliau
- Anggapan bahwa tidak ada perbedaan antara hidup dan mati Nabi, diyakin beliau menyaksikan dan mengetahui kondisi umat Islam.
- Mencium dan mengusap makam beliau atau apa yg ada di sekelilingnya
- Sengaja shalat menghadap makam beliau
- Duduk di sekeliling makam beliau, untuk membaca Al-Qur’an atau berdzikir
- Mendatang makam Nabi setiap selesai shalat wajib, yakni untuk mengucapkan salam kepada beliau
Kesalahan-Kesalahan Seputar Haji
Kesalahan sebelum berangkat haji
- Mengadakan walimahan, tahlilan, yasinan, atau membaca barzanji pada malam atau sehari sebelum berangkat haji.
- Mengumandangkan adzan ketika akan melepas kepergian jamaah haji
- Berziarah ke kubur para Nabi, para wali serta orang-orang shalih, baik sebelum maupun setelah kembali dari berhaji.
- Pamitan ke kuburan orang tua maupun sanak keluarga sebelum berangkat haji, dg tujuan agar selamat, diberi keberkahan dll.
Kesalahan terkait ihram dan talbiyah
- Melewati miqot tanpa berihram seperti yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji Indonesia dan baru berihram ketika di Jeddah.
- Keyakinan bahwa disebut ihram jika telah mengenakan kain ihram. Padahal sebenarnya ihram adalah berniat dalam hati untuk masuk melakukan manasik.
- Wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas meninggalkan ihram karena menganggap ihram itu harus suci terlebih dahulu. Padahal itu keliru. Yang tepat, wanita haidh atau nifas boleh berihram dan melakukan manasik haji lainnya selain thawaf. Setelah ia suci barulah ia berthawaf tanpa harus keluar menuju Tan’im atau miqot untuk memulai ihram karena tadi sejak awal ia sudah berihram.
- Megucapkan talbiyah secara bersama-sama, satu suara dan satu irama.
- Mengganti talbiyah dengan bacaan lain
Kesalahan dalam thawaf
- Mengerjakan Shalat Tahiyatul Masjid
- Membaca doa khusus yang berbeda pada setiap putaran thawaf dan membacanya secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang pemandu. Ini jelas amalan yang tidak pernah diajarkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Melakukan thawaf di dalam Hijr Isma’il. Padahal thawaf harus dilakukan di luar Ka’bah, sedangkan Hijr Isma’il itu berada dalam Ka’bah.
- Melakukan roml pada semua putaran. Padahal roml hanya ada pada tiga putaran pertama dan hanya ada pada thawaf qudum dan thawaf umrah.
- Menyakiti orang lain dengan saling mendorong dan desak-desakan ketika mencium hajar Aswad. Padahal menyium hajar Aswad itu sunnah (bukan wajib) dan bukan termasuk syarat thawaf.
- Mencium setiap pojok atau rukun Ka’bah. Padahal yang diperintahkan untuk dicium atau disentuh hanyalah hajar Aswad dan rukun Yamani.
- Berdesak-desakkan untuk shalat di belakang makam Ibrahim setelah thawaf. Padahal jika berdesak-desakkan boleh saja melaksanakan shalat di tempat mana saja di Masjidil Haram.
- Sebagian wanita berdesak-desakkan dengan laki-laki agar bisa mencium hajar Aswad. Padahal ini adalah suatu kerusakan dan dapat menimbulkan fitnah.
- Kesalahan ketika sa’i
- Ada yang melakukan sa’i sebanyak 14 kali putaran. Padahal jalan dari Shafa ke Marwah disebut satu putaran dan jalan dari Marwah ke Shafa adalah putaran kedua. Dan sa’i akan berakhir di Marwah.
- Shalat dua raka’at setelah sa’i. Padahal seperti ini tidak diajarkan dalam Islam.
- Tetap melanjutkan sa’i ketika shalat ditegakkan. Padahal seharusnya yang dilakukan adalah melaksanakan shalat jama’ah terlebih dahulu.
- Mengkhususkan doa tertentu pada saat Sai yang tidak ada tuntunannya dari Nabi.
- Kesalahan di Arafah
- Menuju Arafah pada malam hari, yakni tanggal 8 Dzulhijjah
- Sebagian jamaah haji tidak memperhatikan batasan daerah Arafah sehingga ia pun wukuf di luar Arafah.
- Sebagian jamaah keluar dari Arafah sebelum matahari tenggelam. Yang wajib bagi yang wukuf sejak siang hari, ia diam di daerah Arafah sampai matahari tenggelam, ini wajib. Jika keluar sebelum matahari tenggelam, maka ada kewajiban menunaikan dam karena tidak melakukan yang wajib.
- Berdesak-desakkan menaiki bukit di Arafah yang disebut Jabal Rahmah dan menganggap wukuf di sana lebih afdhol. Padahal tidaklah demikian. Apalagi mengkhususkan shalat di bukit tersebut, juga tidak ada dalam ajaran Islam.
- Menghadap Jabal Rahmah ketika berdo’a. Padahal yang sesuai sunnah adalah menghadap kiblat.
- Berusaha mengumpulkan batu atau pasir di Arafah di tempat-tempat tertentu. Seperti ini adalah amalan bid’ah yang tidak pernah diajarkan.
- Berdesak-desakkan dan sambil mendorong ketika keluar dari Arafah.
Kesalahan di Muzdalifah
- Sekedar melewati Muzdalifah, tidak mabit di sana.
- Mengumpulkan batu untuk melempar jumroh ketika sampai di Muzdalifah sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’. Dan diyakini hal ini adalah suatu anjuran. Padahal mengumpulkan batu boleh ketika perjalanan dari Muzdalifah ke Mina, bahkan boleh mengumpulkan di tempat mana saja di tanah Haram.
- Sebagian jama’ah haji keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam. Seperti ini tidak disebut mabit. Padahal yang diberi keringanan keluar dari Muzdalifah adalah orang-orang yang lemah dan itu hanya dibolehkan keluar setelah pertengahan malam. Siapa yang keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam tanpa adanya uzur, maka ia telah meninggalkan yang wajib.
- Kesalahan ketika melempar jumroh
- Saling berdesak-desakkan ketika melempar jumroh. Padahal untuk saat ini lempar jumroh akan semakin mudah karena kita dapat memilih melempar dari lantai dua atau tiga sehingga tidak perlu berdesak-desakkan.
- Melempar jumroh sekaligus dengan tujuh batu. Yang benar adalah melempar jumroh sebanyak tujuh kali, setiap kali lemparan membaca takbir “Allahu akbar”, tidak boleh diganti dengan bacaan lain.
- Di pertengahan melempar jumroh, sebagian jama’ah meyakini bahwa ia melempar setan. Karena meyakini demikian sampai-sampai ada yang melempar jumroh dengan batu besar bahkan dengan sendal. Padahal maksud melempar jumroh adalah untuk menegakkan dzikir pada Allah, sama halnya dengan thawaf dan sa’i.
- Melempar dengan selain batu kerikil
- Mewakilkan melempar jumroh pada yang lain karena khawatir dan merasa berat jika mesti berdesak-desakkan. Yang benar, tidak boleh mewakilkan melempar jumroh kecuali jika dalam keadaan tidak mampu seperti sakit.
- Sebagian jama’ah haji dan biasa ditemukan adalah jama’ah haji Indonesia, ada yang melempar jumrah di tengah malam pada hari-hari tasyrik bahkan dijamak untuk dua hari sekaligus (hari ke-11 dan hari ke-12).
- Pada hari tasyrik, memulai melempar jumroh aqobah, lalu wustho, kemudian ula. Padahal seharusnya dimulai dari ula, wustho lalu aqobah.
- Lemparan jumroh tidak mengarah ke jumroh dan tidak jatuh ke kolam. Seperti ini mesti diulang.
Kesalahan di Mina
- Melakukan thawaf wada’ dahulu lalu melempar jumrah, kemudian meninggalkan Makkah. Padahal seharusnya thawaf wada menjadi amalan terkahir manasik haji.
- Menyangka bahwa yang dimaksud barangsiapa yang terburu-buru maka hanya dua hari yang ia ambil untuk melempar jumrah yaitu hari ke-10 dan ke-11. Padahal itu keliru. Yang benar, yang dimaksud dua hari adalah hari ke-11 dan ke-12. Jadi yang terburu-buru untuk pulang pada hari ke-12 lalu ia ia melempar tiga jumrah setelah matahari tergelincir dan sebelum matahari tenggelam, maka tidak ada dosa untuknya.
Kesalahan ketika Thawaf Wada’
- Setelah melakukan thawaf wada’, ada yang masih berlama-lama di Makkah bahkan satu atau dua hari. Padahal thawaf wada’ adalah akhir amalan dan tidak terlalu lama dari meninggalkan Makkah kecuali jika ada uzur seperti diharuskan menunggu teman.
- Berjalan mundur dari Ka’bah ketika selesai melaksanakan thawaf wada’ dan diyakini hal ini dianjurkan. Padahal amalan ini termasuk bid’ah.
Kesalahan dalam manasik haji lainnya:
- Mencukur hanya seperempat rambut
- Menganjurkan shalat Ied di Mina pada hari raya Iedul Adha
- Memberi gelar haji bagi mereka yang telah melaksanakannya.
- Tidak bersa’i setelah tahwaf ifadhah bagi yang berhaji tamattu’
- Mengerjakan Umrah dari Tan’im atau ji’ranah sesudah haji.
wallahu a’lam
(Diringkas dari buku Panduan Manasik Haji & Umrah, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas dan Mubarak Bamualim -hafidzahumallah-)
EUROMOSLIM-AMSTERDAM
Indonesisch-Nederlandsche Moslim Gemeenschap–Amsterdam
Organisasi Keluarga Muslim Indonesia-Belanda di Amsterdam
EKINGENSTRAAT 3-7, AMSTERDAM-OSDORP
Amsterdam, 15 Juli 2019 / 12 Dzul Qa’dah 1440
Saran, komentar dan sanggahan atas artikel diatas kirim ke:
E-mail: Euromoslim-Amsterdam: media@euromoslim.org